BAB
IV
PEMBUKTIAN
EVOLUSI DITINJAU DARI DATA MAKRO PALEONTOLOGI
Apabila kita telusuri
fosil-fosil yang terkandung dalam
lapisan batuan, mulaidari lapisan
yang termuda hingga ke lapisan yang tertua, maka kita akan sampai pada suatu
lapisan dimana salah satu spesies fosil tidak
ditemukan lagi. Hal ini
menandakan bahwa spesies fosil tersebut belum muncul (lahir) atau spesies fosil
tersebut merupakan hasil
evolusi dari spesies yang lebih
tua atau yang adapada saat itu.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
kemunculan suatu spesies merupakan hasil evolusi dari spesies
sebelumnya dan hal ini dapat kita ketahui melalui pengamatan fosil-fosil yang terekam di dalam lapisan-lapisan batuan
sepanjang sejarah bumi. Apabila
penelusuran kita lanjutkan hingga ke lapisan batuan yang paling tua, maka kita
akan sampai pada suatu keadaan dimana tidak satupun fosil ditemukan,
apakah itu fosil yang berasal
dari reptil, burung, mamalia, vertebrata berkaki empat, tumbuhan
darat, ikan, cangkang, dan atau binatang lainnya.
IV.1
Law Faunal Succession
41
|
Pada abad ke 18 dan 19,
seorang ahli geologi berkebangsaan Inggris William Smith dan ahli paleontologi
Georges Cuvier dan Alexandre Brongniart dari Perancis, menemukan batuan-batuan
yang berumur sama serta mengandung fosil yang sama pula, walaupun batuan-batuan
tersebut letaknya terpisah cukup jauh. Mereka kemudian menerbitkan peta geologi
berskala regional dari daerah yang batuannya mengandung fosil yang sama.
Melalui pengamatan yang teliti pada batuan serta fosil yang dikandungnya,
mereka juga mampu mengenali batuan-batuan yang umurnya sama pada lokasi yang
berlawanan di selat Inggris.
William Smith juga
mampu menerapkan pengetahuannya tentang fosil dalam setiap pekerjaan secara
praktis di lapangan. Sebagai seorang teknisi, William Smith adalah orang yang
berhasil membangun sebuah kanal di Inggris yang kondisi medannya tertutup oleh
vegetasi yang cukup lebat serta singkapan batuan yang sangat sedikit. Untuk itu
ia harus mengetahui batuan- batuan apa saja yang ada di dalam dan diatas bukit,
karena melalui bukit inilah kanal akan dibangun. William Smith dapat mengetahui
berbagai jenis batuan yang akan dijumpai dibawah permukaan dengan cara mengkaji
fosil-fosil yang diperoleh dari batuan-batuan yang tersingkap di lereng lereng
bukit dengan cara menggali lubang kecil untuk mengambil fosil.
Seperti halnya dengan William Smith dan
lainnya, pengetahuan suksesi dari bentuk kehidupan yang terawetkan sebagai
fosil sangat berguna untuk memahami bagaimana dan kapan suatu batuan terbentuk.
Wilian Smith mengamati
bahwa fosil hewan invertebrata yang diketemukan
pada perlapisan batuan yang muncul dalam urutan yang dapat diperkirakan.
Dari hasil penelitian ini, hukum suksesi fauna
dikembangkan dan menyatakan bahwa fosil terjadi dalam urutan yang pasti, tidak
berubah dalam rekaman geologi. Fosil yang hadir dalam lapisan batuan pada
interval waktu tertentu dan dalam jangka jangka waktu yang diskrit. Dengan
menggunakan hukum superposisi maka dapat disimpulkan bahwa batuan yang diendapkan
paling bawah lebih tua dibandingkan batuan yang diendapkan paling atas
Hukum suksesi fauna
(fosil) sangat penting bagi para ahli geologi yang ingin mengetahui umur batuan
saat melakukan penelitian. Kehadiran fosil pada suatu singkapan batuan atau
batuan yang berasal dari inti bor dapat dipakai untuk menentukan umur batuan
secara akurat. Kajian yang rinci dari berbagai macam jenis batuan yang diambil
di berbagai lokasi akan menghasilkan beberapa jenis fosil yang mempunyai
kisaran hidup yang relatif pendek dan fosil jenis ini disebut sebagai fosil
indek. Saat ini, binatang dan tumbuhan yang hidup di lingkungan laut memiliki
perbedaan yang sangat mencolok dengan yang hidup di lingkungan darat, demikian
juga dengan binatang atau tumbuhan yang hidup di salah satu bagian yang ada di
lingkungan laut atau di lingkungan darat akan berbeda pula dengan binatang atau
tumbuhan yang hidup di lokasi lainnya pada lingkungan laut ataupun darat. Hal
ini menjadi suatu tantangan bagi para ahli untuk mengenalinya dalam batuan yang
umurnya sama ketika salah satu batuan diendapkan di lingkungan darat dan batuan
lainnya diendapkan pada lingkungan laut dalam. Para ahli harus mempelajari
fosil-fosil yang hidup di berbagai lingkungan sehingga diperoleh suatu gambaran
yang lengkap dari binatang ataupun tumbuhan yang hidup pada periode waktu
tertentu di masa lampau.
IV.2
Evolusi Fosil Tumbuhan
Salah
satu fosil tumbuhan yang pernah ditemukan adalah Archae fructuslia oningensis yang berusia 140 juta tahun. Struktur
fosil ini mirip daun dan pada fosil tersebut mengandung minyak tumbuh-tumbuhan.
Minyak ini merupakan suatu ciri khas yang hanya dimiliki tanaman berbunga. Jika
dilihat dari fosil yang terekam dalam lapisan-lapisan batuan sedimen di kerak
Bumi, fosil tumbuh-tumbuhan tertua tercatat berusia 425 juta tahun, yang ditunjukkan
dengan keberadaan fosil fern, fir,
conifer dan beberapa varietas
tumbuhan purba yang lain. Sementara di masa 130 juta tahun silam tumbuhan
berbunga mulai mewarnai permukaan Bumi. Di antara dua masa itu tidak diketahui
secara pasti bagaimana tumbuhan yang lebih tua mampu berevolusi membentuk
tumbuhan berbunga. Charles Darwin menjumpaifenomena ini sejak abad 19 lalu
(Smunsa, 2001). Sejak itu berbagai kemungkinan diungkapkan, namun permasalahan
ini masih kontroversial hingga sekarang. Di kalangan ilmuwan, fenomena ini
dikenal sebagai salah satu misteri Darwin.
Gambar 24.Rumus bangun molekul oleanane (kiri) dan fosil tumbuhan oleanane
(kanan). (Raven,1968)
Gambar diatas merupakan
rumus bangun molekul oleanane dan fosilnya yang berhasil dideteksi Moldowan dan
rekan-rekannya dari deposit sedimen berminyak yang berusia ratusan juta tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim geologi Amerika, penelitian ini
didasarkanpada sebuah senyawa organik yang dinamakan oleanane yang acapkali
ditemukan pada fosil-fosil tumbuhan
Hal ini merupakan langkah maju, karena selama
ini kerja para palentolog terbatas pada anatomi tumbuhan purba yang tercetak
dalam fosil secara detil, bukan pada molekul pembentuk (oleanane), kata Bruce
Runnegar, profesor palentologi di
University California of Los Angeles .Oleanane merupakan senyawa
organik yang diproduksi oleh berbagai macam tumbuhan dan berfungsi sebagai
bagian dari mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap serangan- serangga, jamur
dan berbagai aktivitas mikrobalainnya. Namun senyawa ini tidak dijumpai pada
beberapa tumbuhan seperti pinus.
Gambar 25. Fosil tumbuhan purba gigantopterids (kiri) dan tumbuhan berbunga
saat ini (smunsa,2001)
Tim geologi yang dipimpin
oleh Moldowan dan koleganya mempelajari sedimen-sedimen berumur Permian yang
mengandung sisa-sisa tumbuhan purba yang dikenal sebagai gigantopterids. Dalam lapisan sedimen yang sama
pula ditemukan oleanane. Hal ini memperlihatkan
bahwa gigantopterids pun memproduksi oleanane,
layaknya tumbuhan moderen pada saat ini.
David W. Taylor
dari Indiana University menyimpulkan bahwa
tumbuh-tumbuhan berbunga telah ada jauh lebih awal. Penemuan ini cukup penting
karena dalam waktu yang belum lama juga di daratan Cina ditemukan fosil gigantopterids yang lengkap dengan daun
dan batangnya, yang sangat mirip jika dibandingkan dengan tumbuhan berbunga
modern.
Fosil tanaman yang
paling banyak ditemukan di bumi adalah sejenis paku-pakuan (fern). Salah satu temuan di dinding
tambang batubara berupa fosil tumbuhan sejenis pakis yang disebut pteridosperm yang memiliki daun selebar
sekitar 6 centimeter. Hal ini ditemukan oleh para pekerja sebuah tambang
batubara di Illinois USA, mereka terkejut saat melihat lukisan di dinding
tambang yang menggambarkan pemandangan
masa lalu. Setelah mengebor emas hitam, pada langit-langit gua bekas pengeboran
terlihat jejak lumut, semak belukar, dan tumbuh-tumbuhan purba lainnya. Sebagaimana
dilaporkan dalam sebuah jurnal Geologi bahwa fosil vegetasi purba yang diperkirakan
berumur 300 juta tahun memenuhi kawasan tambang hingga seluas 10 kilometer
persegi. Ini merupakan fosil hutan terbesar yang pernah ditemukan. Menurut Dr.
Howard Falcon-Lang seorang pakar kebumian dari Universitas Bristol yang
menemukan situs tersebut menyatakan bahwa para geolog mencoba menuruni sekitar
seratus meter di bawah permukaan tanah dan menyusuri lorong-lorong gelap gulita
yang panjangnya beberapa kilometer dengan fosil hutan di langit-langitnya, mereka
menemukan jejak keragaman ekologi yang sangat kompleks.
Jenis tumbuh-tumbuhan
yang paling banyak ditemukan berupa sejenis pakis yang tingginya sekitar 4
meter dan membentuk sub kanopi yang menaungi vegetasi di bawahnya. Namun, ada
jenis paku-pakuan raksasa yang tingginya mencapai 40 meter dan ini merupakan
temuan yang tak ternilai. Kenakeragaman hayati yang jelas terlihat dari
kumpulan fosil tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber informasi yang penting untuk
mempelajari sejarah hutan purba. Menurut Scott, proses pembentukan fosil di
wilayah tersebut sangat lain dan lebih
dinamis dibandingkan kawasan lainnya. Epos
Pennsylvania yang berlangsung antara 229-325 juta tahun lalu diperkirakan mencapai
puncak periode pembentukan formasi batubara yang ada diwilaya tersebut di
wilayah tersebut. Deposit tambang dan fosil diIllinois itu mungkin terbentuk
karena gempa besar yang menyebabkan kawasan tersebut lebih rendah dari
permukaan laut. Hutan yang terendam air garam kemudian mati dan mulai tertutup
endapan-endapan selama jutaan tahun sampai menjadi batubara (Enter pises,
2010). Biasanya, para ilmuwan mencari tahu sejarah geologi dengan mengebor lapisan
batuan secara vertikal dan mempelajari lapisan demi lapisan. Tapi, dengan temuan
ini mereka dapat mempelajari satu periode kehidupan di Bumi secara rinci yang
terekam dalam satu
lapisan yang sangat luas.
lapisan yang sangat luas.
Gambar 26. Fosil tumbuhan paku dan tumbuhan paku modern (kanan)
IV.3
Evolusi Fosil Hewan
Fosil Hewan paling
banyak ditemukan daripada fosil tumbuhan. Fosil vertebrata banyak ditemukan
diberbagai daerah, sedangkan fosil avertebrata sangat jarang ditemukan
dipermukaan bumi. Hal ini karena pada umumnya anggota vertebrata tidak memiliki
bagian tubuh yang keras. Namun demikian hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa
akan dapat ditemukan fosil dari vertebrata. Faktor adanya bagain tubuh yang
keras bukanlah satu-satunya penentu adanya fosil. Jika fosil terbentuk pada
zaman es, maka pada tersebut masih terdapat bakteri pembusuk. Zaman es terjadi beberapa juta tahun yang
lalu. Pada iklim yang dingin mayoritas bakteri sedang tidak aktif melakukan
proses pembusukan. Fosil yang ditemukan pada umumnya berusia lebih dari
10.000tahun. Dengan demikian maka fosil dari golongan Avertebrata yang hidup
pada zaman es pada jutaan tahun yang lalu sangat mungkin untuk ditemukan.
Berikutini beberapa contoh fosil hewan yang pernah ditemukan oleh para
arkeolog.
Gambar 27. Fosil hewan (Smunsa,2001)
IV.3.1 Evolusi Fosil
Kuda
Evolusi kuda merupakan
suatu contoh klasik yang datanya cukup lengkap.Hal ini disebabkan oleh kuda
hidup berkelompok dan berjumlah cukup besar,sehingga meninggalkan sejumlah
besar fosil dari masa ke masa. Fosil kuda primitif ditemukan dalam jumlah besar
pada jaman eosen yaitu ± 58 juta tahunyang lalu di Amerika Utara dan Eropa.
Fosil kuda paling primitif dikenal dengan Eohippus. Ciri-ciri fosil eohippus berdasarkan rangkanya dapat dideskripsikan sebagai berikut, kuda ini sebesar kucing atau kancil dan tingginya hanya sekitar 30 cm. Dari fosil struktur gigi diketahui bahwa eohippus adalah pemakan semak belukar, giginya berjumlah 22 pasang dengan gigi geraham yang terspesialisasi untuk menggiling makanan.Ukuran tubuh yang pendek sangat menguntungkan eohippus karena dapat menyelinap diantara semak belukar. Hal ini ditunjukkan pula oleh pola gigi yang sesuai untuk menggigit semak belukar dan bukan rumput. Kaki dengan beberapa jari ikut membantu dalam mengais dan menggali akar-akar yang lunak.
Gambar 28. Eohippus yang diyakini
sebagai nenek moyong kuda
Pada masa berikutnya terjadi
suatu perubahan pada permukaan bumi. Hutan menjadi berkurang dan timbul padang
rumput yang luas. Padang rumput ini merupakan suatu biotop baru. Gigi yang
sebelumnya cocok untuk merenggu
semak belukar, tidak diperlukan lagi.
Kini diperlukan suatu gigi yang lebih lebar dan bermahkota email yang cukup
tebal untuk menggigit dan mengunyah rumput. Gigi beremail sesuai untuk
mengunyah rumput karena rumput mengandung kadar silikat yang tinggi. Gigi seri
melebar dan pipih untuk menggigit rumput. Gigi premolar berubah bentuk menjadi
molar. Gigi geraham melebar untuk menggantikan fungsi mengunyah menjadi
menggiling. Perubahan gigi mengakibatkan gigi bertambah lebar.
Panjang
alat gerak diperlihatkan pada berrtambah panjangnya kaki, jumlah jari yang
lebih sedikit yang disesuaikan untuk kehidupan padang rumput. Kaki depan
terdiri dari empat jari dan satu jari mengalami rudimentasi, sedangkan kaki belakangnya
mempunyai tiga jari dan dua jari mengalami rudimentasi. Bentuk jari tengah
semakin panjang dan besar dibandingkan dengan jari moyangnya. Ujung jari setiap
kaki ditutupi oleh kuku.
Lebih
jelasnya pada evolusi kuda terjadi perubahan sebagai berikut :
1.
Pertambahan dalam ukuran. Ukuran tubuh
kuda bertambah mulai dari sebesarkancil menjadi sebesar kuda akutual sekarang.
2.
Pemanjangan kaki depan dan belakang.
Kaki kuda yang relatif sebandingdengan tubuhnya seperti proporsi tubuh kucing
atau anjing.
3.
Reduksi jari-jari lateral dan pembesaran
jari tengah. Mula-mula jari kakiberjumlah ¾ buah, kemudian tereduksi menjadi
satu jari saja.
4.
Punggung menjadi lurus dan datar.
Punggung yang miring melekuk dengan bagian dada lebih tinggi menjadi datar.
5.
Gigi seri melebar. Gigi seri yang semula
serupa gigi mamalia lainnya menjadi lebar dan pipih untuk menggigit rumput
6.
Gigi premolar berubah bentuk menjadi
molar. Gigi geraham melebar semua menggantikan fungsi menguyah menjadi
menggiling.
7.
Pemanjangan dari tengkorak. Tengkorak
memanjang untuk memperoleh bentuk kepala yang lebih ideal untuk menambah
kecepatan berlari.
8.
Pertambahan mahktota gigi dengan
pertumbuhan bagian email. Sesuai denganfungsi dan jenis makanannya cara
menggiling makanan mengakibatkan mahkota gigi aus. Untuk menanggulangi
kerusakan gigi, maka bagianmahkota gigi cukup tebal untuk mengakomodasi keausan
sampai kudanya berusia 5 tahun.
9.
Volume otak bertambah besar dan juga
bertambah kompleks.
10.
Rahang bertambah lebar untuk
mengakomodasi perubahan gigi.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kuda modern
yang hidup sekarang ini merupakan hasil evolusi dari Eohippus yang hidup pada
jaman eosin. Dalam evolusi tersebut tidak terjadi hanya sekali tahap tapi
memerlukan benyak tahap untuk menjadi seperti kuda modern sekarang ini. Seperti
yang dikatakan Darwin dalam bukunya, jika makhluk hidup ingin tetap ada di
permukaan bumi yang dinamis ini, ia harus mampu beradaptasi dengan
lingkungannya.
Gambar 29. Evolusi Kuda dimulai dariu 50 juta tahun dimulai pada era
Eocence, Oligocence,Miocence, Pliocence,
Pleistocence, dan
bentuk dari kuda yang ada saat ini (Ostrom,
1961)
IV.3.2 Evolusi Fosil
Primata
Evolusi primata merupakan salah satu contoh evolusi
dengan data yang cukup lengkap. Teori evolusi yang hanya didasarkan atas adanya
fosil tidak pernah dapat menerangkan dengan lengkap apa yang terjadi di masa
lampau. Olehkarena itu untuk mempelajari evolusi suatu organisme, biasanya para
ahli menggunakan data suatu organisme yang masih hidup hingga kini. Dalam hal
ini yang dilakukan para ahli ialah melihat perubahan stuktur dari
organisme-organisme yang paling erat hubungan kekerabatan dengan organisme sasaran yang
diteliti. Dengan mengaitkan perubahan-perubahan suatu ciri, maka dapat ditarik
kesimpulan mengenai apa yang terjadi pada masa silam. Dalam hal ini, digunakan
pendekatan pada golongan primata. Salah satu definisi evolusi adalah merupakan
suatu ilmu yang mempelajari perubahan yang berangsur-angsur menuju ke arah yang
sesuai dengan masa dan tempat. Pada dasarnya evolusi tidak untuk membuktikan
apakah suatu jenis berasal dari jenis yang lain. Memang menurut Darwin, suatu
organisme berasal dari organisme lain. Tetapi pembuktian bahwa suatu jenis
berasal dari jenis yang lain tidak pernah dapat dibuktikan. Yang dipelajari
dalam evolusi adalah proses perubahannya. Primata muncul sekitar 70 juta tahun
yang lalu seiring dengan punahnya dinosaurus. Ordo primata dibagi menjadi dua
sub ordo, yakni Prosimian (meliputi
lemur, tarsius, dll) dan Antropoid (kera, monyet, manusia). Prosimian yang dahulu mendominasi primata, sekarang semakin
tersingkir dan akhirnya menjadi endemik beberapa daerah seperti Madagaskar.
Dengan pemisahan garis filogenetik, maka cabang dari Anthropoidea ada 3, yaitu monyet, kera, dan Hominid (manusia).
Monyet pertama muncul
kira-kira 50 juta tahun lalu. Awal mulanya, monyet dunia baru muncul dari
cabang primata kuno, dan belakangan monyet dunia lama berevolusi sebagai garis
keturunan terpisah. Garis keturunanyang tersisa setelah pemisahan monyet
disebut garis Hominoid. George
Gaylord Simpson menyarankan pengelompokan garis itu ke superfamilia Hominoidea
.Pengelompokan itu mencakup: Hylobatidae (kera kecil), Pongidae (kera besar), Hominidae
(manusia). Fosil kera primitif yang pernah ditemukan kira-kira berusia35
juta tahun dan dinamakan Aegyptopithecus , yakni “kera fajar”.
Karena itu merupakan garis keturunan hominoid, maka kera tersebut adalah nenek
moyang bersama kera dan manusia. Divergensi antara kera purba dan manusia
diduga terjadi sekitar 7 atau 8 juta tahun yang lalu.
Awal
mulanya, primata mengadaptasikan kehidupan arboreal. Sendi bahu yang sangat
fleksibel pada monyet dan kera memudahkan mereka untuk berayun-ayun dari pohon
yang satu ke pohon yang lain. Tipe lokomosi seperti itu disebut brachiasi (dari kata Latin brachia/brachium untuk lengan). Modifikasi lainnya adalah pergeseran mata
ke tengah wajah, sehingga citra dari kedua mata dapat menumpuk ditengah dan
menghasilkan citra yang lebih baik. Kebanyakan primata memiliki pegangan tangan
dan kaki yang kuat dan fleksibel. Namun, kemampuan itu telah tereduksi hampir
seratus persen pada primata bipedal
yang plantigrad, seperti manusia.
Akan tetapi, hampir semua primata dari yang primitif sampai yang modern sekalipun, memiliki tangan dengan ibu
jari yang dapat berputar. Ha lini sangat menguntungkan bukan saja untuk
memegang objek, namun melakukan manipulasi dan modifikasi lingkungan. Apalagi,
dengan perkembangan neokorteks (cerebrum) yang amat pesat, hal ini
memberikan peluang untuk perkembangannya. Bukti yang digunakan untuk
mempelajari perubahan akan ditinjau dari banyak segi, yang dapat memberikan
petunjuk mengenai apa yang terjadi pada masa lalu. Suatu sifat akan berevolusi
sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat. Dengan menggunakan data fosil dan
organisme aktualnyal mempunyai semua sifat terevolusi. Analisis yang dilakukan
pada primata primitive sampai dengan primata yang maju, yakni manusia
memberikan gambaran sebagai berikut
1. Perkembangan
Primata primitif ke Primata maju
Hubungan antara tulang
vertebra dan tengkorak mengalami perubahan yang berangsur-angsur menuju titik
berat tengkorak. Mula-mula hubungan ini ter
dapat dibagian tepi menjadi tepat berada di bawah. Perubahan ini diikuti dengan
perubahan cara berjalan dari empat kaki menjadi dua kaki. Sejalan dengan
perubahan ini, maka otot leher menjadi lebih lemah, sedangkan panggul menjadi
lebih penting dan kuat. Bentuk tengkorak yang memanjang dengan rahang besar,
gigi yang kuat dan membentuk moncong menjadi bertambah pendek. Rongga hidung
menjadi mengecil.
Bola mata pada
organisme non primata tidak mempunyai tulang yang meliputinya. Tetapi pada kera
dan manusia, mata sudah sepenuh nya terlindung. Hal ini menunjukkan bahwa mata
menjadi organ yang sangat penting. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa mata
yang menghadap kesamping, menjadi berangsur-angsur menghadap ke depan.
Penglihatanpun berubah dari dua dimensi menjadi tiga dimensi, dan kemampuan
melihat warna meningkat dari hitam putih untuk membedakan gelap dan terang menjadi
mampu melihat hampir semua spectrum
warna. Hal ini erat kaitannya dengan cara hidup dari malam hari menjadi siang
hari. Selain itu, matapun diperlukan untuk melihat makan diantara
ranting-ranting pohon, dan untuk menyelinap dengan mudah diantara hutan.
Ujung jari bercakar
berangsur-angsur berubah menjadi kuku. Hal ini terlihat bahwa tupai mempunyai
cakar, sedangkan primata lebih lanjut mempunyai kuku yang tebal dan akhirnya
manusia mempunyai kuku yang tipis. Cakarmula-mula digunakan untuk mengais
mencari makan. Dengan berubahnya cara hidup dari hidup di tanah menjadi
kehidupan arboreal, maka cakar menjadi mengganggu kemapuan bergerak dengan
cepat di atas pohon. Kehidupan arboreal lebih membutuhkan kemampuan untuk
memegang. Dengan demikian, terjadi pula perubahan cara memegang dengan terbentuknya
ibu jari dengan persendiaan yang lain dari pada jari-jari yang lain. Hal ini
erat kaitannya dengan timbulnya flora hutan sebagai habitat baru dimuka bumi.
Cakar perlu untuk naik pohon, tetapi selalu terkait kalau pindah dari suatu
tempat ke tempat lain. Selain itu, terjadi pula perubahan dari telapak tangan.
Hal ini penting berkaitan dengan kemampuan untuk memegang yang terlihat pada
kera, yang mempunyai “empat tangan”, bahkan pada kera Amerika Selatan, ekorpun
dapat digunakan untuk memegang.
Kehidupan arboreal
menyebabkan fungsi tangan lebih penting dari pada kaki. Hal ini terlihat pada
bangsa kera yang memilki tangan yang lebih panjang dan lebih kuat dari pada
kaki. Struktur ini penting untuk dapat berayun-ayun dan berpindah tempat.
Dengan berubahnya permukaan bumi, maka jumlah hutan menjadi semakin sedikit.
Selain itu, ditemukan primata besar yang tidak dapat ditunjang oleh hutan.
Dengan demikian, primata mulai turun ke permukaan bumi. Akibatnya tangan
menjadi kurang diperlukan sedangkan kaki diperlukan untuk mengejar mangsa dan
menghindarkan diri dari predator.
Volume otak mengalami
perubahan pesat. Faktor ini sangat nyata terlihat padagolongan kera-manuasia.
Australopithecus hanya mempunyai volume otak 600 cc, sedangkan manusia modern
sekitar dua kali lebih besar. Data fosil menunjukkan bahwa fosil manusia
lainnya mempunyai kisaran antara keduanya. Perubahan volume otak dapat pula
dilihat pada perubahan dahi.
IV.3.3
Data Evolusi Fosil Primata
Bermacam-macam
fosil primata seperti Mesopithecus, Miopithecus,
dan
Aegyptophitecus dari lapisan Oligosen; Parapithecus, Propliopithecus
yang berbentuk seperti bajing,
diperkirakan tidak mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup erat dengan
manusia. Fosil primata yang paling tua dan masih termasuk famili Homonidae
adalah Dryopithecus, Limnopithecus, Brahmapithecus, Sivapithecus, Pliopithecus,
Oreopithecus, dan Proconsul yang dikenal
sejak zaman Miosen.
Dryopithecus dianggap berkerabat dengan bangsa beruk dan kera, sedangkan Proconsul,merupakan fosil Homidid tertua yangdiduga berkerabat dengan gorilla dan simpanse. Fosil Brahmapithecus, dan Sivapithecus belum diketahaui kerabat dekatnya. Kemudian dikenal fosil Hominid yang lebih muda yakni Ramapithecus yang dianggap sebagai fosil yang erat hubungannya dengan manusia. Fosil ini pada mulanya hanya sebuah tulang rahang. Namun kini pandangan tersebut berubah, karena penemuan baru telah meberikan pandangan yang lebih baik. Fosil ini ternyata identik dengan Dropithecus.
Gambar 30.
Dryopithecus yakni kera raksasa yang
hidup sekitar 15-10 juta tahun yang
Lalu ( Parker, 1973)
IV.4
Evolusi Antara Burung dan Dinosaurus
Dinosaurus
kecil mirip-unggas asal Amerika Utara menetaskan telur-telurnya dengan cara
sama seperti yang dilakukan burung-burung pengeram - hal ini serta merta kian
memperkuat kaitan evolusi antara burung dan dinosaurus.
Salah satu dari sekian banyak misteri
yang ingin diungkap oleh para paleontologi adalah mengetahui cara dinosaurus
menetasi telur. Apakah telurnya dikubur dalam material sarang, seperti yang
dilakukan buaya? Ataukah ditetaskan dalam sarang yang terbuka tanpa penutup,
seperti yang dilakukan burung pengeram?
Dengan mengacu pada
sekumpulan telur yang ditemukan di Alberta dan Montana, peneliti Darla
Zelenitsky dari University of Calgary, bersama David Varricchio dari Montana
State University, secara ketat meneliti cangkang fosil telur milik dinosaurus
kecil pemakan daging yang disebut Troodon.
Dalam temuan yang
dipublikasikan dalam edisi musim semi jurnal Paleobiology, mereka menyimpulkan
bahwa spesies dinosaurus ini, yang diketahui meletakkan telurnya dalam posisi
yang nyaris vertikal, mengubur telur-telur hanya pada bagian bawahnya ke dalam
lumpur.
“Berdasarkan
perhitungan kami, cangkang telur milik Troodon
sangat mirip dengan burung pengeram, memberi petunjuk bahwa dinosaurus ini
tidak sepenuhnya mengubur telur ke dalam material sarang seperti yang dilakukan
buaya,” jelas Zelenitsky, asisten profesor geosains.
“Telur maupun sedimen
di sekitarnya menunjukkan tanda-tanda penguburan yang hanya bersifat parsial;
memungkinkan dinosaurus dewasa bisa bersinggungan langsung dengan bagian sisi
telur yang terbuka selama masa inkubasi,” kata Varricchio, profesor
paleontologi.
Meski gaya bersarang
Troodon bersifat tidak lazim, “namun terdapat kesamaan dengan penetas khas di
antara burung-burung Plover Mesir
yang mengerami telur-telurnya sementara sebagian dari mereka menguburnya dalam
substrat sarang berpasir,” tambah Varricchio.
Para ahli paleontologi
tiada henti berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana dinosaurus
menetaskan telurnya, namun selama ini terhalang akibat kelangkaan bukti seputar
perilaku inkubasi. Sebagai kerabat
dinosaurus yang paling dekat, buaya dan burung bisa menjadi media yang
menyodorkan beberapa jawaban terkait. Para ilmuwan mengetahui bahwa buaya dan
burung yang mengubur telurnya, terdapat lebih banyak pori-pori pada cangkang
telurnya, memungkinkan terjadinya respirasi meski dalam keadaan terkubur.
Berbeda halnya dengan burung-burung pengeram yang tidak mengubur telurnya;
jumlah pori-pori pada telurnya lebih sedikit.
Dengan menghitung dan
mengukur pori-pori pada cangkang telur Troodon
untuk menilai bagaimana terjadinya penguapan air yang melalui cangkang,
kemudian dibandingkan dengan telur dari buaya, burung bersarang-gundukan dan
burung pengeram. Metode ini juga bisa diterapkan pada fosil telur
spesies-spesies dinosaurus lainnya untuk mengungkap cara inkubasi yang mereka
lakukan.
“Untuk sementara,
penelitian khusus ini membantu membuktikan bahwa beberapa perilaku menetas
seperti yang dilakukan unggas sudah berevolusi pada dinosaurus pemakan daging
sebelum kemunculan unggas di muka bumi. Hal ini
juga kian menambah bukti yang menunjukkan eratnya kaitan evolusi antara burung dan dinosaurus,” ungkap Zelenitsky.
juga kian menambah bukti yang menunjukkan eratnya kaitan evolusi antara burung dan dinosaurus,” ungkap Zelenitsky.
Gambar 31.
Darla Zelenitsky dari University of
Calgary, berkolaborasi dengan
David Varricchio dari Montana State
University, secara seksama meneliti
cangkang fosil telur milik dinosaurus kecil pemakan daging yang disebut
Troodon.( Jay Im, 2013)
IV.5
Bukti-Bukti Paleontologi Yang Menguatkan Tentang Evolusi
Bukti dari paleontologi
yang menguatkan tentang evolusi adalah fosil-fosil yang menunjukkan bahwa
kehidupan di masa lalu berbeda bentuknya dengan kehidupan masa sekarang seperti
evolusi kuda, karena Paleontologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang jejak kehidupan zaman purba, maka fosil merupakan
bukti yang kuat dari ilmu paleontologi tersebut. fosil adalah sisa kehidupan
purba yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan dari kerak
bumi.sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang,jejak atau cetakan
yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Kegunaan fosil adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menentukan umur batuan atau fosil
.
2. Untuk mengkorelasi batuan
3. Menentukan
lingkungan pengendapan
4. Menetukan
paleoklimatologi, paleoenvironment, dan paleobiologi.
No comments:
Post a Comment