Friday, October 4, 2013

BAB IV
PEMBUKTIAN EVOLUSI DITINJAU DARI DATA MAKRO PALEONTOLOGI

Apabila kita telusuri fosil-fosil yang terkandung dalam  lapisan batuan, mulaidari  lapisan yang termuda hingga ke lapisan yang tertua, maka kita akan sampai pada suatu lapisan dimana salah satu spesies fosil tidak  ditemukan  lagi. Hal ini menandakan bahwa spesies fosil tersebut belum muncul (lahir) atau spesies fosil tersebut  merupakan  hasil  evolusi  dari spesies  yang lebih  tua atau yang  adapada saat itu. Dengan kata lain dapat  disimpulkan bahwa kemunculan suatu  spesies  merupakan hasil evolusi dari spesies sebelumnya dan hal ini dapat kita ketahui melalui  pengamatan fosil-fosil  yang terekam di dalam lapisan-lapisan batuan sepanjang sejarah bumi.  Apabila penelusuran kita lanjutkan hingga ke lapisan batuan yang paling tua, maka kita akan sampai pada suatu keadaan dimana tidak satupun fosil  ditemukan,  apakah itu  fosil yang berasal dari  reptil, burung,  mamalia, vertebrata berkaki empat, tumbuhan darat, ikan, cangkang, dan atau binatang lainnya.
IV.1 Law Faunal Succession
41
            Prinsip suksesi fauna yang juga dikenal dengan hukum suksesi fauna didasarkan atas hasil pengamatan pada perlapisan batuan sedimen yang mengandung fosil, dan fosil-fosil tersebut masing- masing satu dan lainnya secara vertikal memunjukan urutan yang khas/spesifik yang dapat ditelusuri secara luas. Hal ini memungkinkan perlapisan dapat diidentifikasi dan ditentukan umurnya oleh fosil yang ada dalam batuan. Dengan menerapkan hukum superposisi, fosil yang terdapat dalam batuan dapat  menentukan urutan waktu saat batuan tersebut diendapkan. Dengan teori evolusi maka urut-urutan fosil yang terawetkan dalam batuan dapat dipahami.
Pada abad ke 18 dan 19, seorang ahli geologi berkebangsaan Inggris William Smith dan ahli paleontologi Georges Cuvier dan Alexandre Brongniart dari Perancis, menemukan batuan-batuan yang berumur sama serta mengandung fosil yang sama pula, walaupun batuan-batuan tersebut letaknya terpisah cukup jauh. Mereka kemudian menerbitkan peta geologi berskala regional dari daerah yang batuannya mengandung fosil yang sama. Melalui pengamatan yang teliti pada batuan serta fosil yang dikandungnya, mereka juga mampu mengenali batuan-batuan yang umurnya sama pada lokasi yang berlawanan di selat Inggris.
William Smith juga mampu menerapkan pengetahuannya tentang fosil dalam setiap pekerjaan secara praktis di lapangan. Sebagai seorang teknisi, William Smith adalah orang yang berhasil membangun sebuah kanal di Inggris yang kondisi medannya tertutup oleh vegetasi yang cukup lebat serta singkapan batuan yang sangat sedikit. Untuk itu ia harus mengetahui batuan- batuan apa saja yang ada di dalam dan diatas bukit, karena melalui bukit inilah kanal akan dibangun. William Smith dapat mengetahui berbagai jenis batuan yang akan dijumpai dibawah permukaan dengan cara mengkaji fosil-fosil yang diperoleh dari batuan-batuan yang tersingkap di lereng lereng bukit dengan cara menggali lubang kecil untuk mengambil fosil.
 Seperti halnya dengan William Smith dan lainnya, pengetahuan suksesi dari bentuk kehidupan yang terawetkan sebagai fosil sangat berguna untuk memahami bagaimana dan kapan suatu batuan terbentuk.
Wilian Smith mengamati bahwa fosil hewan invertebrata yang diketemukan  pada perlapisan batuan yang muncul dalam urutan yang dapat diperkirakan. Dari  hasil  penelitian ini, hukum suksesi fauna dikembangkan dan menyatakan bahwa fosil terjadi dalam urutan yang pasti, tidak berubah dalam rekaman geologi. Fosil yang hadir dalam lapisan batuan pada interval waktu tertentu dan dalam jangka jangka waktu yang diskrit. Dengan menggunakan hukum superposisi maka dapat disimpulkan bahwa batuan yang diendapkan paling bawah lebih tua dibandingkan batuan yang diendapkan paling atas
Hukum suksesi fauna (fosil) sangat penting bagi para ahli geologi yang ingin mengetahui umur batuan saat melakukan penelitian. Kehadiran fosil pada suatu singkapan batuan atau batuan yang berasal dari inti bor dapat dipakai untuk menentukan umur batuan secara akurat. Kajian yang rinci dari berbagai macam jenis batuan yang diambil di berbagai lokasi akan menghasilkan beberapa jenis fosil yang mempunyai kisaran hidup yang relatif pendek dan fosil jenis ini disebut sebagai fosil indek. Saat ini, binatang dan tumbuhan yang hidup di lingkungan laut memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan yang hidup di lingkungan darat, demikian juga dengan binatang atau tumbuhan yang hidup di salah satu bagian yang ada di lingkungan laut atau di lingkungan darat akan berbeda pula dengan binatang atau tumbuhan yang hidup di lokasi lainnya pada lingkungan laut ataupun darat. Hal ini menjadi suatu tantangan bagi para ahli untuk mengenalinya dalam batuan yang umurnya sama ketika salah satu batuan diendapkan di lingkungan darat dan batuan lainnya diendapkan pada lingkungan laut dalam. Para ahli harus mempelajari fosil-fosil yang hidup di berbagai lingkungan sehingga diperoleh suatu gambaran yang lengkap dari binatang ataupun tumbuhan yang hidup pada periode waktu tertentu di masa lampau.
IV.2 Evolusi Fosil Tumbuhan
            Salah satu fosil tumbuhan yang pernah ditemukan adalah Archae fructuslia oningensis yang berusia 140 juta tahun. Struktur fosil ini mirip daun dan pada fosil tersebut mengandung minyak tumbuh-tumbuhan. Minyak ini merupakan suatu ciri khas yang hanya dimiliki tanaman berbunga. Jika dilihat dari fosil yang terekam dalam lapisan-lapisan batuan sedimen di kerak Bumi, fosil tumbuh-tumbuhan tertua tercatat berusia 425 juta tahun, yang ditunjukkan dengan keberadaan fosil fern, fir, conifer  dan beberapa varietas tumbuhan purba yang lain. Sementara di masa 130 juta tahun silam tumbuhan berbunga mulai mewarnai permukaan Bumi. Di antara dua masa itu tidak diketahui secara pasti bagaimana tumbuhan yang lebih tua mampu berevolusi membentuk tumbuhan berbunga. Charles Darwin menjumpaifenomena ini sejak abad 19 lalu (Smunsa, 2001). Sejak itu berbagai kemungkinan diungkapkan, namun permasalahan ini masih kontroversial hingga sekarang. Di kalangan ilmuwan, fenomena ini dikenal sebagai salah satu misteri Darwin.



Gambar 24.Rumus bangun molekul oleanane (kiri) dan fosil tumbuhan oleanane
     (kanan). (Raven,1968)

Gambar diatas merupakan rumus bangun molekul oleanane dan fosilnya  yang berhasil dideteksi Moldowan dan rekan-rekannya dari deposit sedimen berminyak yang berusia ratusan juta tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim geologi Amerika, penelitian ini didasarkanpada sebuah senyawa organik yang dinamakan oleanane yang acapkali ditemukan pada fosil-fosil tumbuhan
Hal ini merupakan langkah maju, karena selama ini kerja para palentolog terbatas pada anatomi tumbuhan purba yang tercetak dalam fosil secara detil, bukan pada molekul pembentuk (oleanane), kata Bruce Runnegar, profesor palentologi di
University California of  Los Angeles .Oleanane merupakan senyawa organik yang diproduksi oleh berbagai macam tumbuhan dan berfungsi sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap serangan- serangga, jamur dan berbagai aktivitas mikrobalainnya. Namun senyawa ini tidak dijumpai pada beberapa tumbuhan seperti pinus.

Gambar 25. Fosil tumbuhan purba gigantopterids (kiri) dan tumbuhan berbunga
       saat ini (smunsa,2001)

Tim geologi yang dipimpin oleh Moldowan dan koleganya mempelajari sedimen-sedimen berumur Permian yang mengandung sisa-sisa tumbuhan purba yang dikenal sebagai gigantopterids. Dalam lapisan sedimen yang sama pula ditemukan oleanane. Hal ini memperlihatkan bahwa gigantopterids pun memproduksi oleanane, layaknya tumbuhan moderen pada saat ini.
David W. Taylor dari  Indiana University menyimpulkan bahwa tumbuh-tumbuhan berbunga telah ada jauh lebih awal. Penemuan ini cukup penting karena dalam waktu yang belum lama juga di daratan Cina ditemukan fosil gigantopterids yang lengkap dengan daun dan batangnya, yang sangat mirip jika dibandingkan dengan tumbuhan berbunga modern.
Fosil tanaman yang paling banyak ditemukan di bumi adalah sejenis paku-pakuan (fern). Salah satu temuan di dinding tambang batubara berupa fosil tumbuhan sejenis pakis yang disebut pteridosperm yang memiliki daun selebar sekitar 6 centimeter. Hal ini ditemukan oleh para pekerja sebuah tambang batubara di Illinois USA, mereka terkejut saat melihat lukisan di dinding tambang yang  menggambarkan pemandangan masa lalu. Setelah mengebor emas hitam, pada langit-langit gua bekas pengeboran terlihat jejak lumut, semak belukar, dan tumbuh-tumbuhan purba lainnya. Sebagaimana dilaporkan dalam sebuah jurnal Geologi  bahwa fosil vegetasi purba yang diperkirakan berumur 300 juta tahun memenuhi kawasan tambang hingga seluas 10 kilometer persegi. Ini merupakan fosil hutan terbesar yang pernah ditemukan. Menurut Dr. Howard Falcon-Lang seorang pakar kebumian dari Universitas Bristol yang menemukan situs tersebut menyatakan bahwa para geolog mencoba menuruni sekitar seratus meter di bawah permukaan tanah dan menyusuri lorong-lorong gelap gulita yang panjangnya beberapa kilometer dengan fosil hutan di langit-langitnya, mereka menemukan jejak keragaman ekologi yang sangat kompleks.
Jenis tumbuh-tumbuhan yang paling banyak ditemukan berupa sejenis pakis yang tingginya sekitar 4 meter dan membentuk sub kanopi yang menaungi vegetasi di bawahnya. Namun, ada jenis paku-pakuan raksasa yang tingginya mencapai 40 meter dan ini merupakan temuan yang tak ternilai. Kenakeragaman hayati yang jelas terlihat dari kumpulan fosil tumbuh-tumbuhan yang  menjadi sumber informasi yang penting untuk mempelajari sejarah hutan purba. Menurut Scott, proses pembentukan fosil di wilayah tersebut  sangat lain dan lebih dinamis dibandingkan kawasan lainnya. Epos Pennsylvania yang berlangsung antara 229-325 juta tahun lalu diperkirakan mencapai puncak periode pembentukan formasi batubara yang ada diwilaya tersebut di wilayah tersebut. Deposit tambang dan fosil diIllinois itu mungkin terbentuk karena gempa besar yang menyebabkan kawasan tersebut lebih rendah dari permukaan laut. Hutan yang terendam air garam kemudian mati dan mulai tertutup endapan-endapan selama jutaan tahun sampai menjadi batubara (Enter pises, 2010). Biasanya, para ilmuwan mencari tahu sejarah geologi dengan mengebor lapisan batuan secara vertikal dan mempelajari lapisan demi lapisan. Tapi, dengan temuan ini mereka dapat mempelajari satu periode kehidupan di Bumi secara rinci yang terekam dalam satu
lapisan yang sangat luas.
     Gambar 26. Fosil tumbuhan paku dan tumbuhan paku modern (kanan)
IV.3 Evolusi Fosil Hewan
Fosil Hewan paling banyak ditemukan daripada fosil tumbuhan. Fosil vertebrata banyak ditemukan diberbagai daerah, sedangkan fosil avertebrata sangat jarang ditemukan dipermukaan bumi. Hal ini karena pada umumnya anggota vertebrata tidak memiliki bagian tubuh yang keras. Namun demikian hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa akan dapat ditemukan fosil dari vertebrata. Faktor adanya bagain tubuh yang keras bukanlah satu-satunya penentu adanya fosil. Jika fosil terbentuk pada zaman es, maka pada tersebut masih terdapat bakteri pembusuk.  Zaman es terjadi beberapa juta tahun yang lalu. Pada iklim yang dingin mayoritas bakteri sedang tidak aktif melakukan proses pembusukan. Fosil yang ditemukan pada umumnya berusia lebih dari 10.000tahun. Dengan demikian maka fosil dari golongan Avertebrata yang hidup pada zaman es pada jutaan tahun yang lalu sangat mungkin untuk ditemukan. Berikutini beberapa contoh fosil hewan yang pernah ditemukan oleh para arkeolog.

Gambar 27. Fosil hewan (Smunsa,2001)



IV.3.1 Evolusi Fosil Kuda
Evolusi kuda merupakan suatu contoh klasik yang datanya cukup lengkap.Hal ini disebabkan oleh kuda hidup berkelompok dan berjumlah cukup besar,sehingga meninggalkan sejumlah besar fosil dari masa ke masa. Fosil kuda primitif ditemukan dalam jumlah besar pada jaman eosen yaitu ± 58 juta tahunyang lalu di Amerika Utara dan Eropa.

Fosil kuda paling primitif dikenal dengan Eohippus. Ciri-ciri fosil eohippus berdasarkan rangkanya dapat dideskripsikan sebagai berikut, kuda ini sebesar kucing atau kancil dan tingginya hanya sekitar 30 cm. Dari fosil struktur gigi diketahui bahwa eohippus adalah pemakan semak belukar, giginya berjumlah 22 pasang dengan gigi geraham yang terspesialisasi untuk menggiling makanan.Ukuran tubuh yang pendek sangat menguntungkan eohippus karena dapat menyelinap diantara semak belukar. Hal ini ditunjukkan pula oleh pola gigi yang sesuai untuk menggigit semak belukar dan bukan rumput. Kaki dengan beberapa jari ikut membantu dalam mengais dan menggali akar-akar yang lunak.
Gambar 28. Eohippus yang diyakini sebagai nenek moyong kuda
Pada masa berikutnya terjadi suatu perubahan pada permukaan bumi. Hutan menjadi berkurang dan timbul padang rumput yang luas. Padang rumput ini merupakan suatu biotop baru. Gigi yang sebelumnya cocok untuk merenggu
semak belukar, tidak diperlukan lagi. Kini diperlukan suatu gigi yang lebih lebar dan bermahkota email yang cukup tebal untuk menggigit dan mengunyah rumput. Gigi beremail sesuai untuk mengunyah rumput karena rumput mengandung kadar silikat yang tinggi. Gigi seri melebar dan pipih untuk menggigit rumput. Gigi premolar berubah bentuk menjadi molar. Gigi geraham melebar untuk menggantikan fungsi mengunyah menjadi menggiling. Perubahan gigi mengakibatkan gigi bertambah lebar.
            Panjang alat gerak diperlihatkan pada berrtambah panjangnya kaki, jumlah jari yang lebih sedikit yang disesuaikan untuk kehidupan padang rumput. Kaki depan terdiri dari empat jari dan satu jari mengalami rudimentasi, sedangkan kaki belakangnya mempunyai tiga jari dan dua jari mengalami rudimentasi. Bentuk jari tengah semakin panjang dan besar dibandingkan dengan jari moyangnya. Ujung jari setiap kaki ditutupi oleh kuku.
            Lebih jelasnya pada evolusi kuda terjadi perubahan sebagai berikut :
1.      Pertambahan dalam ukuran. Ukuran tubuh kuda bertambah mulai dari sebesarkancil menjadi sebesar kuda akutual sekarang.
2.      Pemanjangan kaki depan dan belakang. Kaki kuda yang relatif sebandingdengan tubuhnya seperti proporsi tubuh kucing atau anjing.
3.      Reduksi jari-jari lateral dan pembesaran jari tengah. Mula-mula jari kakiberjumlah ¾ buah, kemudian tereduksi menjadi satu jari saja.
4.      Punggung menjadi lurus dan datar. Punggung yang miring melekuk dengan bagian dada lebih tinggi menjadi datar.
5.      Gigi seri melebar. Gigi seri yang semula serupa gigi mamalia lainnya menjadi lebar dan pipih untuk menggigit rumput
6.      Gigi premolar berubah bentuk menjadi molar. Gigi geraham melebar semua menggantikan fungsi menguyah menjadi menggiling.
7.      Pemanjangan dari tengkorak. Tengkorak memanjang untuk memperoleh bentuk kepala yang lebih ideal untuk menambah kecepatan berlari.
8.      Pertambahan mahktota gigi dengan pertumbuhan bagian email. Sesuai denganfungsi dan jenis makanannya cara menggiling makanan mengakibatkan mahkota gigi aus. Untuk menanggulangi kerusakan gigi, maka bagianmahkota gigi cukup tebal untuk mengakomodasi keausan sampai kudanya berusia 5 tahun.
9.      Volume otak bertambah besar dan juga bertambah kompleks.
10.  Rahang bertambah lebar untuk mengakomodasi perubahan gigi.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kuda modern yang hidup sekarang ini merupakan hasil evolusi dari Eohippus yang hidup pada jaman eosin. Dalam evolusi tersebut tidak terjadi hanya sekali tahap tapi memerlukan benyak tahap untuk menjadi seperti kuda modern sekarang ini. Seperti yang dikatakan Darwin dalam bukunya, jika makhluk hidup ingin tetap ada di permukaan bumi yang dinamis ini, ia harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Gambar 29.  Evolusi Kuda dimulai dariu 50 juta tahun dimulai pada era
    Eocence, Oligocence,Miocence, Pliocence, Pleistocence, dan
    bentuk dari kuda yang ada saat ini (Ostrom, 1961)

IV.3.2 Evolusi Fosil Primata
            Evolusi primata merupakan salah satu contoh evolusi dengan data yang cukup lengkap. Teori evolusi yang hanya didasarkan atas adanya fosil tidak pernah dapat menerangkan dengan lengkap apa yang terjadi di masa lampau. Olehkarena itu untuk mempelajari evolusi suatu organisme, biasanya para ahli menggunakan data suatu organisme yang masih hidup hingga kini. Dalam hal ini yang dilakukan para ahli ialah melihat perubahan stuktur dari organisme-organisme yang paling erat  hubungan  kekerabatan dengan organisme sasaran yang diteliti. Dengan mengaitkan perubahan-perubahan suatu ciri, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai apa yang terjadi pada masa silam. Dalam hal ini, digunakan pendekatan pada golongan primata. Salah satu definisi evolusi adalah merupakan suatu ilmu yang mempelajari perubahan yang berangsur-angsur menuju ke arah yang sesuai dengan masa dan tempat. Pada dasarnya evolusi tidak untuk membuktikan apakah suatu jenis berasal dari jenis yang lain. Memang menurut Darwin, suatu organisme berasal dari organisme lain. Tetapi pembuktian bahwa suatu jenis berasal dari jenis yang lain tidak pernah dapat dibuktikan. Yang dipelajari dalam evolusi adalah proses perubahannya. Primata muncul sekitar 70 juta tahun yang lalu seiring dengan punahnya dinosaurus. Ordo primata dibagi menjadi dua sub ordo, yakni Prosimian (meliputi lemur, tarsius, dll) dan Antropoid  (kera, monyet, manusia). Prosimian yang dahulu mendominasi primata, sekarang semakin tersingkir dan akhirnya menjadi endemik beberapa daerah seperti Madagaskar. Dengan pemisahan garis filogenetik, maka cabang dari Anthropoidea ada 3, yaitu monyet, kera, dan Hominid (manusia).
Monyet pertama muncul kira-kira 50 juta tahun lalu. Awal mulanya, monyet dunia baru muncul dari cabang primata kuno, dan belakangan monyet dunia lama berevolusi sebagai garis keturunan terpisah. Garis keturunanyang tersisa setelah pemisahan monyet disebut garis Hominoid. George Gaylord Simpson menyarankan pengelompokan garis itu ke superfamilia Hominoidea
.Pengelompokan itu mencakup: Hylobatidae (kera kecil), Pongidae (kera besar),  Hominidae (manusia). Fosil kera primitif yang pernah ditemukan kira-kira berusia35 juta tahun dan dinamakan  Aegyptopithecus , yakni “kera fajar”. Karena itu merupakan garis keturunan hominoid, maka kera tersebut adalah nenek moyang bersama kera dan manusia. Divergensi antara kera purba dan manusia diduga terjadi sekitar 7 atau 8 juta tahun yang lalu.
            Awal mulanya, primata mengadaptasikan kehidupan arboreal. Sendi bahu yang sangat fleksibel pada monyet dan kera memudahkan mereka untuk berayun-ayun dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Tipe lokomosi seperti itu disebut brachiasi (dari kata Latin brachia/brachium untuk lengan). Modifikasi lainnya adalah pergeseran mata ke tengah wajah, sehingga citra dari kedua mata dapat menumpuk ditengah dan menghasilkan citra yang lebih baik. Kebanyakan primata memiliki pegangan tangan dan kaki yang kuat dan fleksibel. Namun, kemampuan itu telah tereduksi hampir seratus persen pada primata bipedal yang plantigrad, seperti manusia. Akan tetapi, hampir semua primata dari yang primitif sampai yang  modern sekalipun, memiliki tangan dengan ibu jari yang dapat berputar. Ha lini sangat menguntungkan bukan saja untuk memegang objek, namun melakukan manipulasi dan modifikasi lingkungan. Apalagi, dengan perkembangan neokorteks (cerebrum) yang amat pesat, hal ini memberikan peluang untuk perkembangannya. Bukti yang digunakan untuk mempelajari perubahan akan ditinjau dari banyak segi, yang dapat memberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi pada masa lalu. Suatu sifat akan berevolusi sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat. Dengan menggunakan data fosil dan organisme aktualnyal mempunyai semua sifat terevolusi. Analisis yang dilakukan pada primata primitive sampai dengan primata yang maju, yakni manusia memberikan gambaran sebagai berikut
1.      Perkembangan Primata primitif ke Primata maju
Hubungan antara tulang vertebra dan tengkorak mengalami perubahan yang berangsur-angsur menuju titik berat tengkorak. Mula-mula hubungan ini  ter dapat dibagian tepi menjadi tepat berada di bawah. Perubahan ini diikuti dengan perubahan cara berjalan dari empat kaki menjadi dua kaki. Sejalan dengan perubahan ini, maka otot leher menjadi lebih lemah, sedangkan panggul menjadi lebih penting dan kuat. Bentuk tengkorak yang memanjang dengan rahang besar, gigi yang kuat dan membentuk moncong menjadi bertambah pendek. Rongga hidung menjadi mengecil.
Bola mata pada organisme non primata tidak mempunyai tulang yang meliputinya. Tetapi pada kera dan manusia, mata sudah sepenuh nya terlindung. Hal ini menunjukkan bahwa mata menjadi organ yang sangat penting. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa mata yang menghadap kesamping, menjadi berangsur-angsur menghadap ke depan. Penglihatanpun berubah dari dua dimensi menjadi tiga dimensi, dan kemampuan melihat warna meningkat dari hitam putih untuk membedakan gelap dan terang menjadi mampu melihat hampir semua spectrum warna. Hal ini erat kaitannya dengan cara hidup dari malam hari menjadi siang hari. Selain itu, matapun diperlukan untuk melihat makan diantara ranting-ranting pohon, dan untuk menyelinap dengan mudah diantara hutan.
Ujung jari bercakar berangsur-angsur berubah menjadi kuku. Hal ini terlihat bahwa tupai mempunyai cakar, sedangkan primata lebih lanjut mempunyai kuku yang tebal dan akhirnya manusia mempunyai kuku yang tipis. Cakarmula-mula digunakan untuk mengais mencari makan. Dengan berubahnya cara hidup dari hidup di tanah menjadi kehidupan arboreal, maka cakar menjadi mengganggu kemapuan bergerak dengan cepat di atas pohon. Kehidupan arboreal lebih membutuhkan kemampuan untuk memegang. Dengan demikian, terjadi pula perubahan cara memegang dengan terbentuknya ibu jari dengan persendiaan yang lain dari pada jari-jari yang lain. Hal ini erat kaitannya dengan timbulnya flora hutan sebagai habitat baru dimuka bumi. Cakar perlu untuk naik pohon, tetapi selalu terkait kalau pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Selain itu, terjadi pula perubahan dari telapak tangan. Hal ini penting berkaitan dengan kemampuan untuk memegang yang terlihat pada kera, yang mempunyai “empat tangan”, bahkan pada kera Amerika Selatan, ekorpun dapat digunakan untuk memegang.
Kehidupan arboreal menyebabkan fungsi tangan lebih penting dari pada kaki. Hal ini terlihat pada bangsa kera yang memilki tangan yang lebih panjang dan lebih kuat dari pada kaki. Struktur ini penting untuk dapat berayun-ayun dan berpindah tempat. Dengan berubahnya permukaan bumi, maka jumlah hutan menjadi semakin sedikit. Selain itu, ditemukan primata besar yang tidak dapat ditunjang oleh hutan. Dengan demikian, primata mulai turun ke permukaan bumi. Akibatnya tangan menjadi kurang diperlukan sedangkan kaki diperlukan untuk mengejar mangsa dan menghindarkan diri dari predator.
Volume otak mengalami perubahan pesat. Faktor ini sangat nyata terlihat padagolongan kera-manuasia. Australopithecus hanya mempunyai volume otak 600 cc, sedangkan manusia modern sekitar dua kali lebih besar. Data fosil menunjukkan bahwa fosil manusia lainnya mempunyai kisaran antara keduanya. Perubahan volume otak dapat pula dilihat pada perubahan dahi.
            IV.3.3 Data Evolusi Fosil Primata
            Bermacam-macam fosil primata seperti  Mesopithecus, Miopithecus,
dan  Aegyptophitecus dari lapisan Oligosen; Parapithecus, Propliopithecus
yang berbentuk seperti bajing, diperkirakan tidak mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup erat dengan manusia. Fosil primata yang paling tua dan masih termasuk famili Homonidae adalah Dryopithecus, Limnopithecus, Brahmapithecus, Sivapithecus, Pliopithecus, Oreopithecus, dan Proconsul yang dikenal sejak zaman Miosen.

            Dryopithecus dianggap berkerabat dengan bangsa beruk dan kera, sedangkan Proconsul,merupakan fosil Homidid tertua yangdiduga berkerabat dengan gorilla dan simpanse. Fosil Brahmapithecus, dan Sivapithecus belum diketahaui kerabat dekatnya. Kemudian dikenal fosil Hominid yang lebih muda yakni Ramapithecus yang dianggap sebagai fosil yang erat hubungannya dengan manusia. Fosil ini pada mulanya hanya sebuah tulang rahang. Namun kini pandangan tersebut berubah, karena penemuan baru telah meberikan pandangan yang lebih baik. Fosil ini ternyata identik dengan Dropithecus.
Gambar 30.  Dryopithecus yakni kera raksasa yang hidup sekitar 15-10 juta tahun yang
        Lalu ( Parker, 1973)

IV.4 Evolusi Antara Burung dan Dinosaurus
            Dinosaurus kecil mirip-unggas asal Amerika Utara menetaskan telur-telurnya dengan cara sama seperti yang dilakukan burung-burung pengeram - hal ini serta merta kian memperkuat kaitan evolusi antara burung dan dinosaurus.
Salah satu dari sekian banyak misteri yang ingin diungkap oleh para paleontologi adalah mengetahui cara dinosaurus menetasi telur. Apakah telurnya dikubur dalam material sarang, seperti yang dilakukan buaya? Ataukah ditetaskan dalam sarang yang terbuka tanpa penutup, seperti yang dilakukan burung pengeram?
Dengan mengacu pada sekumpulan telur yang ditemukan di Alberta dan Montana, peneliti Darla Zelenitsky dari University of Calgary, bersama David Varricchio dari Montana State University, secara ketat meneliti cangkang fosil telur milik dinosaurus kecil pemakan daging yang disebut Troodon.
Dalam temuan yang dipublikasikan dalam edisi musim semi jurnal Paleobiology, mereka menyimpulkan bahwa spesies dinosaurus ini, yang diketahui meletakkan telurnya dalam posisi yang nyaris vertikal, mengubur telur-telur hanya pada bagian bawahnya ke dalam lumpur.
“Berdasarkan perhitungan kami, cangkang telur milik Troodon sangat mirip dengan burung pengeram, memberi petunjuk bahwa dinosaurus ini tidak sepenuhnya mengubur telur ke dalam material sarang seperti yang dilakukan buaya,” jelas Zelenitsky, asisten profesor geosains.
“Telur maupun sedimen di sekitarnya menunjukkan tanda-tanda penguburan yang hanya bersifat parsial; memungkinkan dinosaurus dewasa bisa bersinggungan langsung dengan bagian sisi telur yang terbuka selama masa inkubasi,” kata Varricchio, profesor paleontologi.
Meski gaya bersarang Troodon bersifat tidak lazim, “namun terdapat kesamaan dengan penetas khas di antara burung-burung Plover Mesir yang mengerami telur-telurnya sementara sebagian dari mereka menguburnya dalam substrat sarang berpasir,” tambah Varricchio.
Para ahli paleontologi tiada henti berupaya menjawab pertanyaan tentang bagaimana dinosaurus menetaskan telurnya, namun selama ini terhalang akibat kelangkaan bukti seputar perilaku inkubasi. Sebagai kerabat dinosaurus yang paling dekat, buaya dan burung bisa menjadi media yang menyodorkan beberapa jawaban terkait. Para ilmuwan mengetahui bahwa buaya dan burung yang mengubur telurnya, terdapat lebih banyak pori-pori pada cangkang telurnya, memungkinkan terjadinya respirasi meski dalam keadaan terkubur. Berbeda halnya dengan burung-burung pengeram yang tidak mengubur telurnya; jumlah pori-pori pada telurnya lebih sedikit.
Dengan menghitung dan mengukur pori-pori pada cangkang telur Troodon untuk menilai bagaimana terjadinya penguapan air yang melalui cangkang, kemudian dibandingkan dengan telur dari buaya, burung bersarang-gundukan dan burung pengeram. Metode ini juga bisa diterapkan pada fosil telur spesies-spesies dinosaurus lainnya untuk mengungkap cara inkubasi yang mereka lakukan.
“Untuk sementara, penelitian khusus ini membantu membuktikan bahwa beberapa perilaku menetas seperti yang dilakukan unggas sudah berevolusi pada dinosaurus pemakan daging sebelum kemunculan unggas di muka bumi. Hal ini
juga kian menambah bukti yang menunjukkan eratnya kaitan evolusi antara burung dan dinosaurus,” ungkap Zelenitsky.
Gambar 31.  Darla Zelenitsky dari University of Calgary, berkolaborasi dengan
      David Varricchio dari Montana State University, secara seksama meneliti
                   cangkang fosil telur milik dinosaurus kecil pemakan daging yang disebut
                    Troodon.( Jay Im, 2013)

IV.5 Bukti-Bukti Paleontologi Yang Menguatkan Tentang Evolusi
Bukti dari paleontologi yang menguatkan tentang evolusi adalah fosil-fosil yang menunjukkan bahwa kehidupan di masa lalu berbeda bentuknya dengan kehidupan masa sekarang seperti  evolusi kuda, karena Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jejak kehidupan zaman purba, maka fosil merupakan bukti yang kuat dari ilmu paleontologi tersebut. fosil adalah sisa kehidupan purba yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan dari kerak bumi.sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang,jejak atau cetakan yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Kegunaan fosil adalah sebagai berikut:
1.       Untuk menentukan umur batuan atau fosil
.
2.       Untuk mengkorelasi batuan
3.      Menentukan lingkungan pengendapan
4.      Menetukan paleoklimatologi, paleoenvironment, dan paleobiologi.










No comments:

Post a Comment