Friday, October 4, 2013



BAB II
TINJAUAN UMUM MAKRO PALEONTOLOGI TERHADAP EVOLUSI

II.1 Pengertian Makro Paleontologi
3
            Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk bentuk kehidupan yang pernah ada pada masa lampau termasuk evolusi dan interaksi satu dengan lainnya serta lingkungan kehidupannya (paleoekologi)  selama umur  bumi atau dalam skala waktu geologi terutama yang diwakili oleh fosil.
Sebagaimana ilmu sejarah yang mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab dibandingkan dengan melakukan percobaan untuk mengamati gejala atau dampaknya.  Berbeda dengan mempelajari hewan atau tumbuhan yang hidup di jaman sekarang, paleontologi menggunakan fosil atau jejak organisme yang terawetkan di dalam lapisan kerak bumi, yang terawetkan oleh proses -proses alami, sebagai sumber utama penelitian. Oleh karena itu paleontologi dapat diartikan sebagai ilmu mengenai fosil sebab jejak jejak kehidupan masa lalu terekam dalam fosil. Pengamatan paleontologi sudah didokumentasikan sejak abad ke 5 sebelum masehi, dan ilmu ini baru berkembang pada abad ke 18 setelah Georges Cuvier menerbitkan hasil pekerjaannya dalam “Perbandingan Anatomi” dan kemudian berkembang secara cepat pada abad ke 19. Fosil yang dijumpai di China sejak tahun 1990 telah memberi informasi baru tentang yang paling awal terjadinya evolusi binatang-binatang, awal dari ikan, dinosaurus dan evolusi burung dan mamalia.
Fosil adalah sisa kehidupan purba yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan dari kerak bumi. Sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang, jejak atau cetakan yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Suatu Catatan fosil ( fossil record ) merupakan susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan/ strata, pada batuan sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis. Semakin atas letak strata tempat fosil ditemukan, semakin muda usia fosil tersebut.

II.1.1 Syarat Terbentuknya Fosil
1.      Mempunyai bagian yang keras
2.      Terhindar dari proses oksidasi dan reduksi
3.      Terendapkan pada batuan sedimen yang berbutir halus agar tidak larut dan tidak rusak
4.      Terawetkan dalam waktu geologi minimal 500.000 tahun
       II.1.2 Jenis Fosil
1.      Organisme itu sendiri
Tipe pertama ini merupakan pengawetan langsung pada binatang/ tumbuhan  itu sendiri ketika mati. Biasanya yang terawetkan hanya tulang, kerangka daun atau cankang, tapi ada fosil yang terawetkan secara utuh/ lengkap seperti fosil mammoth yang terawetkan karena es dan fosil seranga yang terawetkan karena getah tumbuhan (Petrified wood)

Gambar 1. Fosil yang dihasilkan dari organisme itu sendiri (Sanjoto,2003)

2.      Sisa-sisa aktifitasnya
Fosil sisa aktifitas kehidupan disebut sebagai Trace fossil atau fosil jejak, kemungkinan fosil tersebut bukan bagian dari tubuh organisme. Pengawetan fosil cangkang dapat berupa cetakan bagian dalam  ( Internal mould) yang dicirikan  dengan bentuk permukaan yang halus, dan external mould  dengan ciri permukaan yang kasar, keduannya bukanlah bagian dari tubuh organisme melainkan hanyalah sebuah cetakan.

Gambar 2. Sistem pengawetan Fosil ( Sanjoto, 2003 )

       II.1.3 Proses yang mempengarui terbentuknya fosil
1.      Histometabasis
Merupakan sebuah proses pengantian mineral lain sebagian tubuh fosil tumbuhan dimana proses fosialisasi itu terjadi.
2.      Premineralisasi
Sebuah proses histometabasis pada fosil hewan.
3.      Rekristalisasi
Perubahan sebagian atau seluruh bagian fosil akibat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi, sehingga mengakibatkan molekul dari tubuh fosil yang bukan kristalin menjadi kristalin.
4.      Replacemant
Penggantian sebagian anggota tubuh fosil dengan mineral lain
5.      Leaching
Merupakan proses pelarutan yang terjadi pada bagian tubuh fosil sehingga terjadi replacement.
6.      Mold
Bagian fosil yang berongga dan terisi mineral lempung.
7.      Trail
Bekas jejak kehidupan binatang ataupun tumbuhan purba yang bertekstur halus dan berukuran kecil.
8.      Track
Bentuknya sama dengan trail hanya saja tekstur bekas jejaknya lebih kasar dan ukuranya lebih besar.
9.      Burrow
Merupakan lubang-lubang bekas tempat tinggal organisme.
10. 
Coprolite
Sisa kotoran organisme yang terendapkan, terpendam dan tersingkap.
      Gambar 3. Macam-macam pengawetan fosil ( Sanjoto, 2003)

          II.1.4  Keterdapatan fosil
1.      Batuan Beku

Pada lokasi singkapan batuan beku tidak akan dijumpai fosil apapun, hal ini disebabkan karena batuan beku terentuk dari hasil pembekuan magma sehingga tidak mungkin terdapat fosil
                       Gambar 4. Lingkungan terbentuknya batuan beku (Google image)
2.      Batuan Sedimen
Pada singkapan batuan sedimen terutama batuan sedimen yang berukuran butir halus akan dijumpai suatu fosil, ini disebabkan karena batuan sedimen sangat baik untuk pengendapan suatu organisme, hanya saja fosil yang didapati tidak sepenuhnya utuh, karena proses transportasi dan sedimentasi yang memungkinkan rusaknya tubuh fosil tersebut.




Gambar 5. Lingkungan sedimentasi ( Google image)
3.      Batuan Metamrof

Pada batuan metamorf, masih mungkin untuk dijumpai suatu fosil, namun kemungkinannya sangat sedikit sekali, ini disebabkan karena fosil tersebut telah hancur bahkan telah hilang akibat proses metamorfisme
Gambar 6. Lingkungan Metamorfisme ( Sanjoto, 2003)

           


II.2 Konsep Identifikasi  Fosil Makro
II.2.1 Taksonomi
adalah pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan ciri fisik tertentu. Dalam penyebutan organisme sering dipergunakan istilah taksa apabila tingkatan taksonominya belum diketahui. Unit terkecil dalam taksonomi adalah spesies, sedangkan unit tertinggi adalah kingdom. Diantara unit-unit baku dapat ditambahkan super jika terletak di atas unit baku, contoh: super kingdom, merupakan unit yang lebih tinggi dari kingdom. Jika ditambahkan sub terletak di bawah unit baku, contoh: subfilum, terdapat di bawah unit filum.
II.2.2 Filogeni
Filogeni adalah ilmu yang mempelajari hubungan kekerabatan suatu organisme dengan organisme lainnya. Hubungan tersebut ditentukan berdasarkan morfologi hingga DNA. Filogeni sangat diperlukan dalam mempelajari proses evolusi dan penyusunan taksonomi. Evolusi sendiri dapat diartikan sebagai perubahan yang berangsur-angsur dari suatu organisme menuju kepada kesesuaian dengan waktu dan tempat. Jadi evolusi sendiri merupakan proses adaptasi dari suatu organisme terhadap lingkungannya
1.      Metode Penyusunan Filogeni
a.       Fenetik
Metode penyusunan filogeni dengan pendekatan analisa numerik. Pendekatan tersebut meliputi penghitungan Indeks ketidaksamaan, Indeks keanekaragaman, Anaisa pola dan berbagai indeks yang lain. Dalam pendekatan fenetik semua subyek dan faktor yang dianalisispunya kedudukan yang sama.
b.      Kladistik
Metode ini muncul atas dasar pemikiran bahwa proses alamiah akan selalu mengambil jalan yang paling singkat. Dalam kladistik setiap ciri fisik mempunyai tingkatan yang berbeda
II.2.3 Metode Identifikasi
1.      Morfologi.
Pendekatan morfologi berupa deskriptif kualitatif, meliputi bentuk tubuh, struktur yang biasanya berkembang, dan sebagainya.
2.      Biometri
Pendekatan secara kuantitatif, yaitu berdasarkan ukuran tubuh dari suatu organisme
II.3 Cara Menentukan Usia Fosil Makro
Fosil merupakan data historis yang handal hanya jika kita dapat menentukan umurnya. Penentuan usia fosil umumnya dilakukan dengan cara penentuan usia relative dan penentuan usia absolut.
II.3.1 Penentuan Usia Relatif
Terjebaknya organisme mati dalam sedimen akan membekukan fosil untuk selamanya. Dengan demikian, fosil yang terdapat dalam lapisan batuan sedimen itu merupakan contoh lokal organisme yang hidup pada waktu sedimen itu diendapkan. Karena sedimen yang lebih muda akan menekan sedimen yang lebih tua, tebal lapisan ini akan memberitahu kita berapa usia relative fosil tersebut.
Strata pada satu lokasi seringkali berkorelasi dengan strata pada lokasi lain melalui kehadiran fosil yang sama, yang dikenal sebagai fosil indeks. Fosil Indeks adalah organisme yang hadir selama periode waktu tertentu dimana  kemunculan dan kepunahannya  pada periode waktu yang terbatas. Fosil Indeks  dipakai sebagai pedoman dalam penentuan umur batuan dimana fosil tersebut terawetkan. Fosil indeks terbaik untuk menghubungkan strata yang letaknya berjauhan adalah cangkang hewan laut yang tersebar luas. fosil indeks merupakan kunci pada skala waktu geologi.
Dengan mempelajari banyak tempat yang berbeda, para ahli geologi telah membuat suatu skala waktu geologis dengan urutan masa-masa sejarah yang konsisten  Masa-masa (period) ini dikelompokkkan ke dalam empat zaman (era) yaitu zaman prakambrium, paleozoikum, mesozoikum, dan kenozoikum. Masing-masing zaman mewakili waktu yang berbeda dalam sejarah Bumi dan kehidupannya; perbatasannya ditandai dalam catatan fosil melalui radiasi eksplosi dengan banyak bentuk kehidupan baru. Kepunahan massal juga menandakan banyaknya batasan antara masa dan zaman. Sebagai contoh, permulaan masa Kambrium digambarkan oleh suatu keanekaragaman besar hewan terfosilisasi yang tidak ada dalam batuan pada akhir zaman Prakambrium. Sebagian besar hewan yang hidup mendekati akhir zaman Prakambrium punah pada akhir zaman tersebut. Masa di dalam masing-masing zaman itu kemudian dibagi lagi menjadi interval yang lebih sempit yang disebut dengan kurun (epoch) (hanya kurun pada zaman sekarang).
Rekaman batuan atau Fossil Record adalah suatu rangkaian yang mencatat umur relatif fosil; rekaman ini memberikan informasi tentang urutan suatu kelompok spesies digambarkan dalam suatu urutan strata yang berevolusi. Namun demikian, rangkaian batuan sedimen tidak memberitahukan umur absolut fosil yang terkubur.


Gambar 7.  Fosil Record dan korelasi stratanya ( Google Image)



II.3.2 Penentuan Usia Absolut
Penentuan usia absolut tidak dapat diartikan sebagai penentuan usia tanpa kesalahan. Dalam penentuan usia ini, umur dinyatakan dalam tahun dan bukannya dalam istilah relatif. Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan usia absolut adalah sebagai berikut:
1.      Penanggalan Radiokarbon( mengukur usia hingga 14.300 tahun )

Menurut definisi, setiap atom dari elemen tertentu memiliki sejumlah tertentu proton pada intinya.Misalnya unsur karbon memiliki enam proton, tetapi jumlah neutron dalam inti dapat bervariasi.Ini berbeda dengan bentuk elemen yang disebut isotop secara inheren bisa stabil atau tidak stabil. Yang tidak stabil disebut isotop radioaktif, dan dari waktu ke waktu mereka akan membusuk, membentuk partikel (neutron atau proton) dan energi (radiasi) karena itu berubah menjadi isotop atau elemen lain. Mereka melakukan ini dengan laju yang konstan disebut isotop “setengah-hidup (half life)”.
        Gambar 8. Penukaran karbon mahkluk dengan lingkungannya (Snelling dkk,1998)


Kebanyakan unsur karbon berada dalam bentuk stabil karbon-12 (12C)- (enam proton, enam neutron) atau karbon-13(13C), namun sejumlah yang sangat kecil (sekitar 0,0000000001%) ada sebagai radioaktif karbon-14(14C)-(enam proton, delapan netron).Tumbuhan hidup dan hewan terdiri dari 14C bersama dengan isotop karbon lainnya, tetapi ketika mereka mati dan fungsi metabolis mereka berhenti, mereka berhenti menyerap karbon. Seiring dengan itu, 14C meluruh menjadi nitrogen-14(14N); setengahnya akan terjadi setelah sekitar 5730 tahun (ini adalah isotop yang setengah-hidup), setelah sekitar 60.000 tahun, semua 14C akan hilang.
Gambar 9. Proses terbentuknya C14 (Snelling dkk, 1998)
Segala sesuatu yang suatu ketika dulu merupakan bagian dari obyek kehidupan seperti arang,kayu, tulang, tepung sari atau kotoran yang memfosil (coprolites) yang ditemukan dapat dikirim kelaboratorium, dimana para ilmuwan dapat mengukur berapabanyak 14C yang masih tersisa.Karena mereka mengetahui berapa banyak yang ada di atmosfer dan, oleh karena itu, berapa banyak seseorang telah menyerapnya selama hidupnya.Sehingga mereka bisa menghitung berapa lama telah mati atau dari banyaknya pengendapan. Coprolite rata-rata berumur sekitar 14.300 tahun, tapi ada juga yang berusia lebih dari itu.

Penanggalan Karbon telah dikembangkan oleh ilmuwan Amerika Willard Libby dan teamnya di Universitas Chicago pada 1962, yang berhasil mengkalkulasi lebih akurat 5730 dengan +/- 40 tahun (Libby half-life).
Gambar 10. Proses Penentuan dating karbon (Snelling,dkk, 1998)

2.      Penanggalan Argon  (mengukur usia kira-kira 154.000 s/d 160.000 tahun)
Metode penanggalan argon bekerja dengan baik untuk beberapa penemuan arkeologi, namun memiliki keterbatasan, sampai saat ini hanya dapat digunakan untuk mengukur usia bahan organik kurang dari sekitar 60.000 tahun. Namun, ada isotop radioaktif lain yang dapat digunakan untuk mengukur usia bahan non-organik (seperti batu) dan bahan-bahan yang lebih tua (sampai miliaran tahun).

Salah satu dari radioisotop ini adalah adalah kalium- 40, yang dapat ditemukan di batuan vulkanik. Setelah batu vulkanik mendingin, kalium- 40 (40K) akan meluruh menjadi argon-40(40Ar) dengan waktu paruh 1,25 miliar tahun. Dengan ratio ini memungkinkan untuk mengukur rasio 14K terhadap 40Ar, dengan ini dapat diperkirakan umur batu tersebut, tetapi metode ini kadang kurang tepat. Namun, pada 1960 para ilmuwan menemukan satu cara bahwa jika sampel batu tersebut disinari dengan neutron, maka terjadi 40K berubah menjadi Argon- 39 (39Ar), sebuah isotop tidak mudah ditemukan di-alam tapi lebih mudah untuk diukur.
Walaupun lebih rumit, proses ini menghasilkan pengukuran usia yang lebih tepat. Sebagai contoh, para ilmuwan dari Universitas California di Berkeley mampu mengukur usia sampel batuan dari letusan tahun 79 M dari gunung berapi Vesuvius, letusan yang terjadi dalam kurun waktu 7 tahunan. Ketika pada tahun 1997 mereka menemukan peralatan dari batu, dan fosil sisa-sisa beberapa jenis hewan, termasuk kuda nil, dan tiga tengkorak hominid, yang tidak dapat diukur dengan C14 karena usianya terlalu tua.
Karena tengkorak Hominid dan artefak yang ditemukan di Herto tidak dapat diukur usianya secara langsung karena bahan-bahan organiknya telah lama memfosil menjadi batu. Maka para ilmuwan meneliti batuan-batuan dan pasir vulkanik yang menempel dan mengubur fossil tersebut. Hasil pengukuran batuan ini menunjukkan usia sekitar 154.000  sampai dengan 160.000 tahun, dengan demikian tengkorak tersebut dapat disimpulkan berusia sekitar tahun yang sama, sehingga Homo Sapien ini dapat dianggap yang tertua yang telah ditemukan selama ini.
3.      Penanggalan Termoluminisen (mengukur usia lebih dari 77.000 tahun)
Seperti dalam Penanggalan Argon metode penanggalan Termoluminisen ini dialakukan dengan cara sampel dipanasi dengan suhu tinggi, kemudian dihitung/diamati mulai dari sejak mula dipanasi. Dengan pemanasan suhu ekstrim tinggi menyebabkan sebagian elektron yang terdapat pada kristal tertentu seperti kuarsa dan felspar dalam batuan tereliminir, sedang seiring dengan lepasnya elektron tersebut maka dapat ditemukan jumlah jejak atom radioaktif yang ditemukan dilingkungannya. Dengan cara memanasi ulang batuan tersebut ilmuwan dapat melepaskan energi yang tersimpan, yang berupa pelepasan sebekas cahaya, ini yang dinamakan “Termoluminisen”.  Intensitas cahaya menunjukan Intensitas cahaya menunjukkan berapa lama batuan tersebut sejak terakhir telah dipanaskan.
Begitu seekor organisme hidup mati, ia berhenti memproduksi karbon baru. Perbandingan carbon-12 dengan carbon-14 di saat kematian sama untuk setiap mahluk hidup, namun carbon- 14 meluruh dan tidak tergantikan. Peluruhan carbon-14 memiliki waktu paruh 5.700 tahun, sementara jumlah carbon-12 tetap dalam sampel. Dengan melihat perbandingan carbon-12 dengan carbon-14 pada sampel dan membandingkannya dengan perbandingan dalam organisme hidup, adalah mungkin menentukan usia mahluk yang dulunya hidup ini dengan cukup teliti.
Karena waktu paruh carbon-14 5.700 tahun, ia hanya sah untuk penentuan usia benda hingga 60.000 tahun. Walau demikian, prinsip carbon-14 berlaku pada isotop lainnya pula. Potassium- 40 adalah unsur radioaktif lainnya yang alami ditemukan dalam tubuh anda dan memiliki waktu paruh 1,3 miliar tahun. Radioisotop lainnya yang berguna untuk penanggalan radioaktif termasuk Uranium-235 (waktu paruh = 704 juta tahun), Uranium-238 (Waktu paruh = 4,5 miliar tahun), Thorium-232 (waktu paruh = 14 miliar tahun) dan Rubidium-87 (waktu paruh = 49 miliar tahun)
II.4 Cara Pembuatan Rekonstruksi
            Rekonstruksi yang dimaksud adalah pembuatan gambar atau modelmakhluk hidup berdasarkan sepotong tulang atau kadangkala hanya berupafragmen yang berhasil digali. Fosil-fosil biasanya tidak tersusun dan tidak lengkap. Karenanya, rekaan apa pun yang didasarkan padanya cenderung sangatspekulatif. Kenyataannya, rekonstruksi (gambar atau model) yang dibuat evolusionis berdasarkan peninggalan-peninggalan fosil itu telah dipersiapkan secara spekulatif namun cermat untuk mendukung pernyataan evolusi. Rekonstruksi berdasarkan sisa-sisa tulang hanya dapat mengungkapkan karakteristik sangat umum dari obyek tersebut, karena penjelasan terperinci sesungguhnya  terletak pada jaringan lunak yang cepat sekali hancur. Jadi cara membuat rekonstruksi dari fosil adalah berdasarkan perkiraan dari pembuatnya yang disesuaikan dengan teori evolusinya, sejarah dan kondisi tempat ditemukannya fosil tersebut pada masa lampau.
II.5 Ruang Lingkup Paleontologi
Pada dasarnya ruang lingkup paleontologi  berkisar tentang segala sesuatu yang telah hidup di masa lalu atau bisa dikatakan organisme purba (baik hewan, tumbuhan, protista, jamur maupun bakteri) yang hingga kini sudah punah dan  hanya tertinggal fosil-fosil, jejak peradaban, lingkungan dan peninggalan-peninggalan lainnya. Sehinggga kita hanya meneliti dari jejak-jejak yang tertinggal.Secara umum paleontologi dapat digolongkan menjadi dua yaitu Paleobotani (tumbuhan  purba) dan Paleozoologi (hewan  purba). Jadi ruang lingkup paleontologi terbagi dalam paleobotani  dan paleozoologi.
             II.5.1 Paleobotani (Tumbuhan purba)
Paleobotani (dari bahasa Yunani paleon berarti tua dan botany yang berarti ilmu tentang tumbuhan) adalah cabang dari paleontologi yang khusus mempelajari fosil tumbuhan.Kajian Paleobotani meliputi aspek fosil tumbuhan, rekonstruksi taksa, dan sejarah evolusi dunia tumbuhan.Tujuan mempelajari Paleobotani adalah:
1.      Untuk rekonstruksi sejarah dunia tumbuhan. Hal ini dapat dilakukan karena fosil tumbuhan dari suatu kolom geologis tertentu berbeda dengan yang terdapat pada kolom geologis lainnya. Dengan demikian dapat diketahui jenis tumbuhan yang ada dari waktu ke waktu, atau dengan kata lain dapat diketahui sejarahnya, khususnya mengenai kapan kelompok tumbuhan tersebut mulai muncul di muka bumi, kapan perkembangan maksimalnya, dan kapan kelompok tumbuhan tersebut punah.
2.      Untuk keperluan analisa pola dan suksesi vegetasi dari waktu ke waktu.
3.       Untuk analisa endapan dari masa karbon (khususnya yang mengandung sisa tumbuhan), yang berpotensi dalam presiksi sifat- sifat batubara. Dengan demikian dapat diketahui macam batubara serta dari tumbuhan apa batubara tersebut berasal.
4.       Untuk dapat melakukan dedukasi mengenai aspek-aspek perubahan iklim. Dengan cara ini maka dimungkinkan untuk merekonstruksi lingkungan masa lampau beserta perubahan-perubahan yang terjadi, dan juga untuk mempelajari hubungan antara tumbuhan dengan hewan yang menghuni lingkungan tersebut. Salah satu perubahan iklim yang seringkali dapat diungkap dengan pendekatan ini adalah perubahan ternperatur rata-rata.
             II.5.2  Paleozoologi (Hewan vertebrata dan invertebrata purba)
Paleozoologi (berasal dari bahasa Yunani: paleon = tua dan  zoon = hewan) adalah cabang dari paleontologi atau paleobiologi, yang bertujuan untuk menemukan dan mengindentifikasi fosil hewan bersel banyak dari sistem geologi atau arkeologi, untuk menggunakan fosil tersebut dalam rekonstruksi lingkungan dan ekologi prasejarah. Jadi tujuan dari mempelajari paleozoologi adalah:
1.      Rekonstruksi sejarah kehidupan pada masa lampau baik di bidang hewan dan perkembangan manusia. Proses rekonstruksi kehidupan dilakukan melalui rekonstruksi fosil karena fosil ditemukan dalam lapisan/strata  batuan  yang berlainan sehingga dapat diketahui perkiraan waktu munculnya dan kehidupan makhluk yang telah menjadi fosil tersebut.
2.      Analisa pola dan suksesi suatu vegetasi dari waktu ke waktu. Kehidupan pada masa purba di mana kondisi bumi  yang dinamis  sangat memungkinkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga mempengaruhi kehidupan spesies dan vegetasi tanaman.
3.      Analisa mengenai aspek-aspek perubahan iklim yang terjadi. Cara ini bermanfaat untuk merekonstruksi dampak perubahan iklim pada lingkungan, mempelajari bagaimana hubungan antara hewan dan tumbuhan yang hidup pada lingkungan tersebut.
4.      Analisa kehidupan biokultural manusia sejak manusia muncul di bumi, proses evolusinya melalui masa dan wilayah distribusinya seluas dan selama mungkin.
5.      Analisa proses adaptif yang dilakukan makhluk hidup terhadap perubahan kondisi lingkungan, makhluk yang mampu beradapatasi akan terus bertahan walaupun peiode waktu geologi terus berjalan sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan punah. Proses adaptasi membuka zona adaptif yang baru yaitu suatu kumpulan kondisi hidup dan sumber daya baru yang memberikan banyak kesempatan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan.
II.6 Sejarah Geologi dan Evolusi
1.      Masa Archaezoikum
(1.500.000.000 Tahun )
Keadaan Makhluk Hidup       : Mungkin Tumbuhan dan binatang bersel satu; tidak ada fosil
Cuaca dan lingkungan            : Banyak aktivitas dalam perut bumi yang panas; pengendapan dan erosi
2.      Masa Proterozoikum
( 925.000.000 tahun )
Keadaan Makhluk Hidup       : Mungkin banyak binatang lunak; bekas- bekas spons dan cacing; fosil jarang
Cuaca dan lingkungan                        : Proses pengendapan, aktivitas gunung api,           
erosi sering terjadi




Protoctist yang
menyerupai hewan
Endapan glasial
tertua
Banded iron formation
terdapat melimpah
Algae multiceluler
Eukariote
Binatang bertubuh lunak melimpah
Stromatolit mulai melipah

     Gambar 11. Perkembangan evolusi sepanjang zaman proterozoikum (Sanjoto, 2003)
3.      Masa Paleozoikum
A.    Zaman Kambrium  ( 550.000.000 tahun )
Kala : Atas, Tengah, Bawah
Keadaan Mahkluk Hidup             : Banyak fosil laut; trilobite dominan ; 

                                         Mungkin binatang darat belum ada
Gambar 12. Trilobit zaman kambrium ( Skinner,1981)


Gambar 13. Fosil Fordilla troyensis pada kambrium awal. A. Interior bagian kiri
                      valve, B. Internal mold bagian kiri, C. Internal Mold bagian kanan,
                     D. Sama  dengan C, E. Bagian dorsal  pada artikulata, F. Exterior
                      valve bagian kiri, G. Enlargement (Runnegar, 1969)

Cuaca dan lingkungan            :  Daratan terangkat sedikit, banyak binatang
                                                     trilobite, moluska, krustasea awal
B.     Zaman Ordovisum (480.000.000 tahun)
Kala : Atas, Bawah
Keadaan Mahkluk hidup  : Vertebrata pertama; banyak binatang
koral.Cacing, kerang dan binatang laut
                   Keadaan Cuaca                : Iklim lunak, kerang, nautiloid, vertebrata
   pertama




 






 

 Gambar 14. Perkembangan evolusi dari kambrium sampai ordovisian (  Sanjoto,2003)

C.     Zaman Silur ( 390.000.000 tahun )
Kala : Atas, Bawah
Keadaan Mahkluk Hidup : Kepiting kecil, laba-laba dan sejenisnya
Cuaca dan lingkunga        : Iklim sedang, banyak terumbu karang,                 
                                    muncunya mahkluk hidup pertama didarat
D.    Zaman Devon ( 350.000.000 tahun)
Kala : Atas, tengah, Bawah
Keadaan mahkluk hidup   : Amphibi pertama, trilobite berkurang,

keong dan kerang melimpah, siput darat dan kepiting pertama, ikan purba dan akan terus mengalami evolusi sampai holosen, ostacoderm berevolusi.
    Gambar 15. Ikan dan perkembangan evolusinya dari zaman devon (Sanjoto,2003)
Cuaca dan lingkungan : Iklim berubah-ubah. Banyak ikan
                                                                  munculnya amfibi pertama










             Gambar 16. Perkembangan evolusi dari silur ke devon (Sanjoto,2003)
E.      Zaman Karbon ( 250.000.000  tahun )
Kala : Atas, Tengah, bawah
Keadaan Makhluk hidup   : Amfibi dominan hasil evolusi dari  zaman 
    devon , reptile pertama muncul,   
                                           serangga muncul dengan melimpah.
Cuaca dan Lingkungan      : Panas dan lembab, hutan rawa
                                          berbatubara, muncul seranga raksasa
F.      Zaman Perm ( 215.000.000 tahun )
Kala : Atas, bawah
Keadaan Makhluk hidup  : Reptil primitif, amfibi purba berkurang, serangga-serangga modern muncul. Serangga tersebut merupakan hasil evolusi dari zaman karbon.
Cuaca dan Lingkungan : Iklim sangat ekstrim, trilobite tak dapat berevolusi dan punah, dan reptile-reptil hidup dengan makmur.









             Gambar  17. Perkembangan evolusi dan situasi pada zaman karbon ke perm

4.      Masa Mesozoikum
A.    Zaman Trias ( 185.000.000 tahun )
Kala : Atas, Tengah, Bawah
Keadaan Makhluk hidup : Mamalia pertama, munculnya dinosaurus.
Cuaca dan lingkungan      : Iklim kering, dinosaurus, prototype mamalia, serangga berkepompong yang merupakan serangga hasil evolusi dari zaman perm.


B.     Zaman Jura ( 155.000.0000 tahun )
Kala : Helm, Doger, Lias
Keadaan makhluk hidup : Burung bergigi pertama hasil evolusi 
                                           pertama dari ikan purba, Reptil raksasa, hiu, 
                                        ikan modern serta kerang.
Cuaca dan lingkungan      : Iklim lunak, dinosaurus darat, dan laut  

                                        yang berukuran raksasa, burung bergigi
                  Gambar 19. Perkembangan evolusi dan situasi di zaman trias ke jura

C.     Zaman Kapur ( 120.000.000 tahun )
Kala : Atas , bawah
Kedaan makhluk hidup : Mamalia berkantung muncul, dan pemakan
seranga, ular pertama muncul  merupakan
evolusi reptile dari zaman sebelumnya, dan
ikan-ikan berevolusi menjadi lebih modern
                  Cuaca dan Lingkungan : Sebagian besar bumi tergenang air,

             dinosaurus punah
                   Gambar 20. Perkembangan evolusi pada zaman kapur


5.      Masa Kenozoikum
A.    Zaman Tersier ( 70.000.000 tahun )
Kala : Paleosin
Keadaan makhluk hidup : Mamalia jenis baru muncul
Kala : Eosen
       Keadaan makhluk hidup : Mamalia purba punah
      Kala : Oligosen
      Keadaan makhluk hidup : Munculnya mamalia modern
      Kala : Miosen
      Keadaan makhluk hidup : Mamalia Berjaya
      Kala : Pliosen
      Keadaan makhluk hidup : Mamalia berkurang
     Cuaca dan Lingkungan pada zaman ini : Benua terbentuk, tumbuhan
                                                                       modern muncul , kejayaan
  mamalia
B.     Zaman Kwarter ( 3000.000 tahun )
Kala : Pleistosen
Keadaan makhluk hidup : Manusia Purba, mamalia besar punah
Kala : Holosen
Keadaan makhluk hidup : Manusia muncul dan binatang modern
                                       merupakan hasil evolusi dari zaman 
                                       sebelumnya


Cuaca dan Lingkungan  pada zaman ini :    Empat abad  es,  mamalia 
                                                                punah  manusia muncul.
                        Gambar 21. Skala waktu geologi ( Pojeta,1994)

No comments:

Post a Comment