BAB
II
TINJAUAN
UMUM MAKRO PALEONTOLOGI TERHADAP EVOLUSI
II.1 Pengertian Makro
Paleontologi
3
|
Sebagaimana ilmu
sejarah yang mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab dibandingkan dengan
melakukan percobaan untuk mengamati gejala atau dampaknya. Berbeda dengan mempelajari hewan atau
tumbuhan yang hidup di jaman sekarang, paleontologi menggunakan fosil atau
jejak organisme yang terawetkan di dalam lapisan kerak bumi, yang terawetkan
oleh proses -proses alami, sebagai sumber utama penelitian. Oleh karena itu
paleontologi dapat diartikan sebagai ilmu mengenai fosil sebab jejak jejak
kehidupan masa lalu terekam dalam fosil. Pengamatan paleontologi sudah
didokumentasikan sejak abad ke 5 sebelum masehi, dan ilmu ini baru berkembang
pada abad ke 18 setelah Georges Cuvier menerbitkan hasil pekerjaannya dalam
“Perbandingan Anatomi” dan kemudian berkembang secara cepat pada abad ke 19.
Fosil yang dijumpai di China sejak tahun 1990 telah memberi informasi baru
tentang yang paling awal terjadinya evolusi binatang-binatang, awal dari ikan,
dinosaurus dan evolusi burung dan mamalia.
Fosil adalah sisa
kehidupan purba yang terawetkan secara alamiah dan terekam pada bahan-bahan
dari kerak bumi. Sisa kehidupan tersebut dapat berupa cangkang binatang, jejak
atau cetakan yang mengalami pembentukan atau penggantian oleh mineral. Suatu
Catatan fosil ( fossil record ) merupakan
susunan teratur di mana fosil mengendap dalam lapisan/ strata, pada batuan
sedimen yang menandai berlalunya waktu geologis. Semakin atas letak strata
tempat fosil ditemukan, semakin muda usia fosil tersebut.
II.1.1
Syarat Terbentuknya Fosil
1. Mempunyai
bagian yang keras
2. Terhindar
dari proses oksidasi dan reduksi
3. Terendapkan
pada batuan sedimen yang berbutir halus agar tidak larut dan tidak rusak
4. Terawetkan
dalam waktu geologi minimal 500.000 tahun
II.1.2 Jenis Fosil
1. Organisme
itu sendiri
Tipe pertama ini merupakan
pengawetan langsung pada binatang/ tumbuhan
itu sendiri ketika mati. Biasanya yang terawetkan hanya tulang, kerangka
daun atau cankang, tapi ada fosil yang terawetkan secara utuh/ lengkap seperti
fosil mammoth yang terawetkan karena es dan fosil seranga yang terawetkan
karena getah tumbuhan (Petrified wood)
Gambar 1. Fosil yang dihasilkan dari organisme itu sendiri (Sanjoto,2003)
2.
Sisa-sisa
aktifitasnya
Fosil sisa
aktifitas kehidupan disebut sebagai Trace
fossil atau fosil jejak, kemungkinan fosil tersebut bukan bagian dari tubuh
organisme. Pengawetan fosil cangkang dapat berupa cetakan bagian dalam ( Internal
mould) yang dicirikan dengan bentuk
permukaan yang halus, dan external mould dengan ciri permukaan yang kasar, keduannya
bukanlah bagian dari tubuh organisme melainkan hanyalah sebuah cetakan.
Gambar 2. Sistem pengawetan Fosil ( Sanjoto, 2003 )
II.1.3 Proses yang mempengarui
terbentuknya fosil
1.
Histometabasis
Merupakan sebuah
proses pengantian mineral lain sebagian tubuh fosil tumbuhan dimana proses
fosialisasi itu terjadi.
2.
Premineralisasi
Sebuah proses histometabasis pada fosil hewan.
3.
Rekristalisasi
Perubahan sebagian atau
seluruh bagian fosil akibat pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi, sehingga
mengakibatkan molekul dari tubuh fosil yang bukan kristalin menjadi kristalin.
4.
Replacemant
Penggantian sebagian
anggota tubuh fosil dengan mineral lain
5.
Leaching
Merupakan proses
pelarutan yang terjadi pada bagian tubuh fosil sehingga terjadi replacement.
6.
Mold
Bagian fosil yang
berongga dan terisi mineral lempung.
7.
Trail
Bekas jejak kehidupan
binatang ataupun tumbuhan purba yang bertekstur halus dan berukuran kecil.
8.
Track
Bentuknya sama dengan trail hanya saja tekstur bekas jejaknya
lebih kasar dan ukuranya lebih besar.
9.
Burrow
Merupakan lubang-lubang
bekas tempat tinggal organisme.
10.
Coprolite
Coprolite
Sisa kotoran organisme
yang terendapkan, terpendam dan tersingkap.
Gambar 3. Macam-macam pengawetan fosil (
Sanjoto, 2003)
II.1.4 Keterdapatan fosil
1.
Batuan Beku
Pada lokasi singkapan batuan beku tidak akan dijumpai fosil apapun, hal ini disebabkan karena batuan beku terentuk dari hasil pembekuan magma sehingga tidak mungkin terdapat fosil
Gambar 4. Lingkungan terbentuknya batuan beku
(Google image)
2.
Batuan Sedimen
Pada singkapan
batuan sedimen terutama batuan sedimen yang berukuran butir halus akan dijumpai
suatu fosil, ini disebabkan karena batuan sedimen sangat baik untuk pengendapan
suatu organisme, hanya saja fosil yang didapati tidak sepenuhnya utuh, karena
proses transportasi dan sedimentasi yang memungkinkan rusaknya tubuh fosil
tersebut.
Gambar 5. Lingkungan sedimentasi ( Google image)
3.
Batuan Metamrof
Pada batuan metamorf, masih mungkin untuk dijumpai suatu fosil, namun kemungkinannya sangat sedikit sekali, ini disebabkan karena fosil tersebut telah hancur bahkan telah hilang akibat proses metamorfisme
Gambar
6. Lingkungan Metamorfisme ( Sanjoto, 2003)
II.2
Konsep Identifikasi Fosil Makro
II.2.1
Taksonomi
adalah
pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan ciri fisik tertentu. Dalam
penyebutan organisme sering dipergunakan istilah taksa apabila tingkatan
taksonominya belum diketahui. Unit terkecil dalam taksonomi adalah spesies,
sedangkan unit tertinggi adalah kingdom. Diantara unit-unit baku dapat
ditambahkan super jika terletak di atas unit baku, contoh: super kingdom,
merupakan unit yang lebih tinggi dari kingdom. Jika ditambahkan sub terletak di
bawah unit baku, contoh: subfilum, terdapat di bawah unit filum.
II.2.2
Filogeni
Filogeni adalah
ilmu yang mempelajari hubungan kekerabatan suatu organisme dengan organisme
lainnya. Hubungan tersebut ditentukan berdasarkan morfologi hingga DNA.
Filogeni sangat diperlukan dalam mempelajari proses evolusi dan penyusunan taksonomi.
Evolusi sendiri dapat diartikan sebagai perubahan yang berangsur-angsur dari
suatu organisme menuju kepada kesesuaian dengan waktu dan tempat. Jadi evolusi
sendiri merupakan proses adaptasi dari suatu organisme terhadap lingkungannya
1. Metode
Penyusunan Filogeni
a. Fenetik
Metode penyusunan filogeni dengan
pendekatan analisa numerik. Pendekatan tersebut meliputi penghitungan Indeks
ketidaksamaan, Indeks keanekaragaman, Anaisa pola dan berbagai indeks yang
lain. Dalam pendekatan fenetik semua subyek dan faktor yang dianalisispunya
kedudukan yang sama.
b. Kladistik
Metode ini muncul atas dasar
pemikiran bahwa proses alamiah akan selalu mengambil jalan yang paling singkat.
Dalam kladistik setiap ciri fisik mempunyai tingkatan yang berbeda
II.2.3
Metode Identifikasi
1. Morfologi.
Pendekatan morfologi berupa
deskriptif kualitatif, meliputi bentuk tubuh, struktur yang biasanya
berkembang, dan sebagainya.
2. Biometri
Pendekatan secara kuantitatif,
yaitu berdasarkan ukuran tubuh dari suatu organisme
II.3
Cara Menentukan Usia Fosil Makro
Fosil merupakan data
historis yang handal hanya jika kita dapat menentukan umurnya. Penentuan usia
fosil umumnya dilakukan dengan cara penentuan usia relative dan penentuan usia
absolut.
II.3.1
Penentuan Usia Relatif
Terjebaknya
organisme mati dalam sedimen akan membekukan fosil untuk selamanya. Dengan
demikian, fosil yang terdapat dalam lapisan batuan sedimen itu merupakan contoh
lokal organisme yang hidup pada waktu sedimen itu diendapkan. Karena sedimen
yang lebih muda akan menekan sedimen yang lebih tua, tebal lapisan ini akan
memberitahu kita berapa usia relative fosil tersebut.
Strata pada satu lokasi seringkali berkorelasi
dengan strata pada lokasi lain melalui kehadiran fosil yang sama, yang dikenal
sebagai fosil indeks. Fosil Indeks adalah organisme yang hadir selama periode
waktu tertentu dimana kemunculan dan
kepunahannya pada periode waktu yang
terbatas. Fosil Indeks dipakai sebagai
pedoman dalam penentuan umur batuan dimana fosil tersebut terawetkan. Fosil
indeks terbaik untuk menghubungkan strata yang letaknya berjauhan adalah
cangkang hewan laut yang tersebar luas. fosil indeks merupakan kunci pada skala
waktu geologi.
Dengan mempelajari banyak tempat yang berbeda, para
ahli geologi telah membuat suatu skala waktu geologis dengan urutan masa-masa
sejarah yang konsisten Masa-masa (period) ini dikelompokkkan ke dalam
empat zaman (era) yaitu zaman
prakambrium, paleozoikum, mesozoikum, dan kenozoikum. Masing-masing zaman
mewakili waktu yang berbeda dalam sejarah Bumi dan kehidupannya; perbatasannya
ditandai dalam catatan fosil melalui radiasi eksplosi dengan banyak bentuk
kehidupan baru. Kepunahan massal juga menandakan banyaknya batasan antara masa
dan zaman. Sebagai contoh, permulaan masa Kambrium digambarkan oleh suatu
keanekaragaman besar hewan terfosilisasi yang tidak ada dalam batuan pada akhir
zaman Prakambrium. Sebagian besar hewan yang hidup mendekati akhir zaman
Prakambrium punah pada akhir zaman tersebut. Masa di dalam masing-masing zaman
itu kemudian dibagi lagi menjadi interval yang lebih sempit yang disebut dengan
kurun (epoch) (hanya kurun pada zaman
sekarang).
Rekaman batuan atau Fossil Record adalah suatu rangkaian yang mencatat umur relatif
fosil; rekaman ini memberikan informasi tentang urutan suatu kelompok spesies
digambarkan dalam suatu urutan strata yang berevolusi. Namun demikian,
rangkaian batuan sedimen tidak memberitahukan umur absolut fosil yang terkubur.
|
Gambar 7. Fosil Record dan korelasi stratanya ( Google
Image)
II.3.2
Penentuan Usia Absolut
Penentuan usia
absolut tidak dapat diartikan sebagai penentuan usia tanpa kesalahan. Dalam
penentuan usia ini, umur dinyatakan dalam tahun dan bukannya dalam istilah
relatif. Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan usia absolut adalah
sebagai berikut:
1. Penanggalan
Radiokarbon( mengukur usia hingga 14.300 tahun )
Menurut definisi, setiap atom dari elemen tertentu memiliki sejumlah tertentu proton pada intinya.Misalnya unsur karbon memiliki enam proton, tetapi jumlah neutron dalam inti dapat bervariasi.Ini berbeda dengan bentuk elemen yang disebut isotop secara inheren bisa stabil atau tidak stabil. Yang tidak stabil disebut isotop radioaktif, dan dari waktu ke waktu mereka akan membusuk, membentuk partikel (neutron atau proton) dan energi (radiasi) karena itu berubah menjadi isotop atau elemen lain. Mereka melakukan ini dengan laju yang konstan disebut isotop “setengah-hidup (half life)”.
Gambar 8. Penukaran karbon mahkluk
dengan lingkungannya (Snelling dkk,1998)
Kebanyakan unsur karbon berada dalam bentuk stabil karbon-12 (12C)- (enam proton, enam neutron) atau karbon-13(13C), namun sejumlah yang sangat kecil (sekitar 0,0000000001%) ada sebagai radioaktif karbon-14(14C)-(enam proton, delapan netron).Tumbuhan hidup dan hewan terdiri dari 14C bersama dengan isotop karbon lainnya, tetapi ketika mereka mati dan fungsi metabolis mereka berhenti, mereka berhenti menyerap karbon. Seiring dengan itu, 14C meluruh menjadi nitrogen-14(14N); setengahnya akan terjadi setelah sekitar 5730 tahun (ini adalah isotop yang setengah-hidup), setelah sekitar 60.000 tahun, semua 14C akan hilang.
Gambar 9. Proses terbentuknya C14
(Snelling dkk, 1998)
Segala
sesuatu yang suatu ketika dulu merupakan bagian dari obyek kehidupan seperti
arang,kayu, tulang, tepung sari atau kotoran yang memfosil (coprolites) yang
ditemukan dapat dikirim kelaboratorium, dimana para ilmuwan dapat mengukur
berapabanyak 14C yang masih tersisa.Karena mereka mengetahui berapa banyak yang
ada di atmosfer dan, oleh karena itu, berapa banyak seseorang telah menyerapnya
selama hidupnya.Sehingga mereka bisa menghitung berapa lama telah mati atau
dari banyaknya pengendapan. Coprolite rata-rata berumur sekitar 14.300 tahun,
tapi ada juga yang berusia lebih dari itu.
Penanggalan Karbon telah dikembangkan oleh ilmuwan Amerika Willard Libby dan teamnya di Universitas Chicago pada 1962, yang berhasil mengkalkulasi lebih akurat 5730 dengan +/- 40 tahun (Libby half-life).
Gambar 10. Proses
Penentuan dating karbon (Snelling,dkk, 1998)
2. Penanggalan
Argon (mengukur usia kira-kira 154.000
s/d 160.000 tahun)
Metode
penanggalan argon bekerja dengan baik untuk beberapa penemuan arkeologi, namun
memiliki keterbatasan, sampai saat ini hanya dapat digunakan untuk mengukur
usia bahan organik kurang dari sekitar 60.000 tahun. Namun, ada isotop
radioaktif lain yang dapat digunakan untuk mengukur usia bahan non-organik
(seperti batu) dan bahan-bahan yang lebih tua (sampai miliaran tahun).
Salah satu dari radioisotop ini
adalah adalah kalium- 40, yang dapat ditemukan di batuan vulkanik. Setelah batu
vulkanik mendingin, kalium- 40 (40K) akan meluruh menjadi argon-40(40Ar) dengan
waktu paruh 1,25 miliar tahun. Dengan ratio ini memungkinkan untuk mengukur
rasio 14K terhadap 40Ar, dengan ini dapat diperkirakan umur batu tersebut,
tetapi metode ini kadang kurang tepat. Namun, pada 1960 para ilmuwan menemukan
satu cara bahwa jika sampel batu tersebut disinari dengan neutron, maka terjadi
40K berubah menjadi Argon- 39 (39Ar), sebuah isotop tidak mudah ditemukan
di-alam tapi lebih mudah untuk diukur.
Walaupun lebih rumit, proses ini menghasilkan
pengukuran usia yang lebih tepat. Sebagai contoh, para ilmuwan dari Universitas
California di Berkeley mampu mengukur usia sampel batuan dari letusan tahun 79 M
dari gunung berapi Vesuvius, letusan yang terjadi dalam kurun waktu 7 tahunan.
Ketika pada tahun 1997 mereka menemukan peralatan dari batu, dan fosil
sisa-sisa beberapa jenis hewan, termasuk kuda nil, dan tiga tengkorak hominid,
yang tidak dapat diukur dengan C14 karena usianya terlalu tua.
Karena tengkorak Hominid dan artefak yang ditemukan
di Herto tidak dapat diukur usianya secara langsung karena bahan-bahan
organiknya telah lama memfosil menjadi batu. Maka para ilmuwan meneliti
batuan-batuan dan pasir vulkanik yang menempel dan mengubur fossil tersebut. Hasil pengukuran batuan
ini menunjukkan usia sekitar 154.000 sampai
dengan 160.000 tahun, dengan demikian tengkorak tersebut dapat disimpulkan
berusia sekitar tahun yang sama, sehingga Homo Sapien ini dapat dianggap yang
tertua yang telah ditemukan selama ini.
3. Penanggalan
Termoluminisen (mengukur usia lebih dari 77.000 tahun)
Seperti dalam
Penanggalan Argon metode penanggalan Termoluminisen ini dialakukan dengan cara
sampel dipanasi dengan suhu tinggi, kemudian dihitung/diamati mulai dari sejak
mula dipanasi. Dengan pemanasan suhu ekstrim tinggi menyebabkan sebagian
elektron yang terdapat pada kristal tertentu seperti kuarsa dan felspar dalam
batuan tereliminir, sedang seiring dengan lepasnya elektron tersebut maka dapat
ditemukan jumlah jejak atom radioaktif yang ditemukan dilingkungannya. Dengan
cara memanasi ulang batuan tersebut ilmuwan dapat melepaskan energi yang
tersimpan, yang berupa pelepasan sebekas cahaya, ini yang dinamakan
“Termoluminisen”. Intensitas cahaya
menunjukan Intensitas cahaya menunjukkan berapa lama batuan tersebut sejak terakhir
telah dipanaskan.
Begitu seekor organisme hidup mati, ia berhenti
memproduksi karbon baru. Perbandingan carbon-12 dengan carbon-14 di saat
kematian sama untuk setiap mahluk hidup, namun carbon- 14 meluruh dan tidak
tergantikan. Peluruhan carbon-14 memiliki waktu paruh 5.700 tahun, sementara
jumlah carbon-12 tetap dalam sampel. Dengan melihat perbandingan carbon-12
dengan carbon-14 pada sampel dan membandingkannya dengan perbandingan dalam
organisme hidup, adalah mungkin menentukan usia mahluk yang dulunya hidup ini
dengan cukup teliti.
Karena waktu paruh carbon-14 5.700 tahun, ia hanya
sah untuk penentuan usia benda hingga 60.000 tahun. Walau demikian, prinsip
carbon-14 berlaku pada isotop lainnya pula. Potassium- 40 adalah unsur
radioaktif lainnya yang alami ditemukan dalam tubuh anda dan memiliki waktu
paruh 1,3 miliar tahun. Radioisotop lainnya yang berguna untuk penanggalan
radioaktif termasuk Uranium-235 (waktu paruh = 704 juta tahun), Uranium-238
(Waktu paruh = 4,5 miliar tahun), Thorium-232 (waktu paruh = 14 miliar tahun)
dan Rubidium-87 (waktu paruh = 49 miliar tahun)
II.4
Cara Pembuatan Rekonstruksi
Rekonstruksi
yang dimaksud adalah pembuatan gambar atau modelmakhluk hidup berdasarkan
sepotong tulang atau kadangkala hanya berupafragmen yang berhasil digali.
Fosil-fosil biasanya tidak tersusun dan tidak lengkap. Karenanya, rekaan apa
pun yang didasarkan padanya cenderung sangatspekulatif. Kenyataannya,
rekonstruksi (gambar atau model) yang dibuat evolusionis berdasarkan
peninggalan-peninggalan fosil itu telah dipersiapkan secara spekulatif namun
cermat untuk mendukung pernyataan evolusi. Rekonstruksi berdasarkan sisa-sisa
tulang hanya dapat mengungkapkan karakteristik sangat umum dari obyek tersebut,
karena penjelasan terperinci sesungguhnya terletak pada jaringan lunak yang cepat sekali
hancur. Jadi cara membuat rekonstruksi dari fosil adalah berdasarkan perkiraan
dari pembuatnya yang disesuaikan dengan teori evolusinya, sejarah dan kondisi
tempat ditemukannya fosil tersebut pada masa lampau.
II.5
Ruang Lingkup Paleontologi
Pada dasarnya ruang
lingkup paleontologi berkisar tentang
segala sesuatu yang telah hidup di masa lalu atau bisa dikatakan organisme
purba (baik hewan, tumbuhan, protista, jamur maupun bakteri) yang hingga kini
sudah punah dan hanya tertinggal
fosil-fosil, jejak peradaban, lingkungan dan peninggalan-peninggalan lainnya.
Sehinggga kita hanya meneliti dari jejak-jejak yang tertinggal.Secara umum
paleontologi dapat digolongkan menjadi dua yaitu Paleobotani (tumbuhan purba) dan Paleozoologi (hewan purba).
Jadi ruang lingkup paleontologi terbagi dalam paleobotani dan paleozoologi.
II.5.1 Paleobotani (Tumbuhan purba)
Paleobotani (dari bahasa Yunani paleon berarti tua
dan botany yang berarti ilmu tentang tumbuhan) adalah cabang dari paleontologi
yang khusus mempelajari fosil tumbuhan.Kajian Paleobotani meliputi aspek fosil
tumbuhan, rekonstruksi taksa, dan sejarah evolusi dunia tumbuhan.Tujuan
mempelajari Paleobotani adalah:
1. Untuk
rekonstruksi sejarah dunia tumbuhan. Hal ini dapat dilakukan karena fosil
tumbuhan dari suatu kolom geologis tertentu berbeda dengan yang terdapat pada
kolom geologis lainnya. Dengan demikian dapat diketahui jenis tumbuhan yang ada
dari waktu ke waktu, atau dengan kata lain dapat diketahui sejarahnya,
khususnya mengenai kapan kelompok tumbuhan tersebut mulai muncul di muka bumi,
kapan perkembangan maksimalnya, dan kapan kelompok tumbuhan tersebut punah.
2. Untuk
keperluan analisa pola dan suksesi vegetasi dari waktu ke waktu.
3. Untuk analisa endapan dari masa karbon
(khususnya yang mengandung sisa tumbuhan), yang berpotensi dalam presiksi
sifat- sifat batubara. Dengan demikian dapat diketahui macam batubara serta
dari tumbuhan apa batubara tersebut berasal.
4. Untuk dapat melakukan dedukasi mengenai
aspek-aspek perubahan iklim. Dengan cara ini maka dimungkinkan untuk
merekonstruksi lingkungan masa lampau beserta perubahan-perubahan yang terjadi,
dan juga untuk mempelajari hubungan antara tumbuhan dengan hewan yang menghuni
lingkungan tersebut. Salah satu perubahan iklim yang seringkali dapat diungkap
dengan pendekatan ini adalah perubahan ternperatur rata-rata.
II.5.2 Paleozoologi (Hewan vertebrata dan
invertebrata purba)
Paleozoologi (berasal dari bahasa Yunani: paleon =
tua dan zoon = hewan) adalah cabang dari
paleontologi atau paleobiologi, yang bertujuan untuk menemukan dan
mengindentifikasi fosil hewan bersel banyak dari sistem geologi atau arkeologi,
untuk menggunakan fosil tersebut dalam rekonstruksi lingkungan dan ekologi prasejarah.
Jadi tujuan dari mempelajari paleozoologi adalah:
1. Rekonstruksi
sejarah kehidupan pada masa lampau baik di bidang hewan dan perkembangan
manusia. Proses rekonstruksi kehidupan dilakukan melalui rekonstruksi fosil
karena fosil ditemukan dalam lapisan/strata
batuan yang berlainan sehingga
dapat diketahui perkiraan waktu munculnya dan kehidupan makhluk yang telah
menjadi fosil tersebut.
2. Analisa
pola dan suksesi suatu vegetasi dari waktu ke waktu. Kehidupan pada masa purba
di mana kondisi bumi yang dinamis sangat memungkinkan terjadinya perubahan
kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga mempengaruhi kehidupan spesies dan
vegetasi tanaman.
3. Analisa
mengenai aspek-aspek perubahan iklim yang terjadi. Cara ini bermanfaat untuk
merekonstruksi dampak perubahan iklim pada lingkungan, mempelajari bagaimana
hubungan antara hewan dan tumbuhan yang hidup pada lingkungan tersebut.
4. Analisa
kehidupan biokultural manusia sejak manusia muncul di bumi, proses evolusinya
melalui masa dan wilayah distribusinya seluas dan selama mungkin.
5. Analisa
proses adaptif yang dilakukan makhluk hidup terhadap perubahan kondisi
lingkungan, makhluk yang mampu beradapatasi akan terus bertahan walaupun peiode
waktu geologi terus berjalan sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan punah.
Proses adaptasi membuka zona adaptif yang baru yaitu suatu kumpulan kondisi
hidup dan sumber daya baru yang memberikan banyak kesempatan yang sebelumnya
tidak dimanfaatkan.
II.6
Sejarah Geologi dan Evolusi
1.
Masa Archaezoikum
(1.500.000.000
Tahun )
Keadaan
Makhluk Hidup : Mungkin Tumbuhan dan
binatang bersel satu; tidak ada fosil
Cuaca
dan lingkungan : Banyak
aktivitas dalam perut bumi yang panas; pengendapan dan erosi
2.
Masa Proterozoikum
(
925.000.000 tahun )
Keadaan
Makhluk Hidup : Mungkin banyak
binatang lunak; bekas- bekas spons dan cacing; fosil jarang
Cuaca dan lingkungan :
Proses pengendapan, aktivitas gunung api,
erosi sering terjadi
Protoctist
yang
menyerupai
hewan
|
Endapan
glasial
tertua
|
Banded
iron formation
terdapat
melimpah
|
Algae multiceluler
|
Eukariote
|
Binatang bertubuh lunak melimpah
|
Stromatolit
mulai melipah
|
Gambar 11. Perkembangan evolusi sepanjang zaman proterozoikum (Sanjoto, 2003)
3.
Masa Paleozoikum
A. Zaman
Kambrium ( 550.000.000 tahun )
Kala : Atas, Tengah, Bawah
Keadaan
Mahkluk Hidup : Banyak fosil
laut; trilobite dominan ;
Mungkin binatang darat belum ada
Gambar 12. Trilobit
zaman kambrium ( Skinner,1981)
Gambar 13. Fosil Fordilla troyensis pada kambrium awal. A. Interior bagian kiri
valve, B. Internal mold
bagian kiri, C. Internal Mold bagian kanan,
D. Sama dengan C, E. Bagian dorsal pada artikulata, F. Exterior
valve bagian kiri, G.
Enlargement (Runnegar, 1969)
Cuaca
dan lingkungan : Daratan terangkat sedikit, banyak binatang
trilobite, moluska, krustasea awal
B. Zaman
Ordovisum (480.000.000 tahun)
Kala : Atas, Bawah
Keadaan Mahkluk hidup : Vertebrata pertama; banyak binatang
koral.Cacing, kerang dan binatang
laut
Keadaan Cuaca : Iklim lunak, kerang, nautiloid, vertebrata
pertama
Gambar 14.
Perkembangan evolusi dari kambrium sampai ordovisian ( Sanjoto,2003)
C. Zaman
Silur ( 390.000.000 tahun )
Kala : Atas, Bawah
Keadaan Mahkluk Hidup : Kepiting kecil, laba-laba dan sejenisnya
Cuaca dan lingkunga : Iklim sedang, banyak terumbu
karang,
muncunya mahkluk
hidup pertama didarat
D. Zaman
Devon ( 350.000.000 tahun)
Kala : Atas, tengah, Bawah
Keadaan mahkluk hidup : Amphibi pertama, trilobite berkurang,
keong dan kerang melimpah, siput darat dan kepiting pertama, ikan purba dan akan terus mengalami evolusi sampai holosen, ostacoderm berevolusi.
Gambar 15. Ikan dan
perkembangan evolusinya dari zaman devon (Sanjoto,2003)
Cuaca dan lingkungan : Iklim berubah-ubah. Banyak
ikan
munculnya amfibi pertama
Gambar 16. Perkembangan evolusi
dari silur ke devon (Sanjoto,2003)
E. Zaman
Karbon ( 250.000.000 tahun )
Kala : Atas, Tengah, bawah
Keadaan
Makhluk hidup : Amfibi dominan hasil
evolusi dari zaman
devon , reptile pertama muncul,
serangga muncul dengan melimpah.
Cuaca
dan Lingkungan : Panas dan lembab,
hutan rawa
berbatubara,
muncul seranga raksasa
F. Zaman
Perm ( 215.000.000 tahun )
Kala : Atas, bawah
Keadaan
Makhluk hidup : Reptil primitif, amfibi
purba berkurang, serangga-serangga modern muncul. Serangga tersebut merupakan
hasil evolusi dari zaman karbon.
Cuaca
dan Lingkungan : Iklim sangat ekstrim, trilobite tak dapat berevolusi dan
punah, dan reptile-reptil hidup dengan makmur.
Gambar 17. Perkembangan evolusi dan situasi pada zaman karbon ke perm
4.
Masa Mesozoikum
A. Zaman
Trias ( 185.000.000 tahun )
Kala : Atas, Tengah, Bawah
Keadaan Makhluk hidup : Mamalia
pertama, munculnya dinosaurus.
Cuaca
dan lingkungan : Iklim kering,
dinosaurus, prototype mamalia, serangga berkepompong yang merupakan serangga
hasil evolusi dari zaman perm.
B. Zaman
Jura ( 155.000.0000 tahun )
Kala : Helm, Doger, Lias
Keadaan makhluk hidup : Burung
bergigi pertama hasil evolusi
pertama dari ikan purba, Reptil raksasa, hiu,
ikan
modern serta kerang.
Cuaca dan lingkungan : Iklim lunak, dinosaurus darat, dan
laut
yang berukuran raksasa, burung bergigi
Gambar 19.
Perkembangan evolusi dan situasi di zaman trias ke jura
C. Zaman
Kapur ( 120.000.000 tahun )
Kala : Atas , bawah
Kedaan makhluk hidup : Mamalia
berkantung muncul, dan pemakan
seranga, ular
pertama muncul merupakan
evolusi reptile
dari zaman sebelumnya, dan
ikan-ikan
berevolusi menjadi lebih modern
Cuaca dan Lingkungan : Sebagian besar
bumi tergenang air,
dinosaurus punah
Gambar
20. Perkembangan evolusi pada zaman kapur
5.
Masa Kenozoikum
A. Zaman
Tersier ( 70.000.000 tahun )
Kala : Paleosin
Keadaan makhluk hidup : Mamalia
jenis baru muncul
Kala : Eosen
Keadaan makhluk hidup :
Mamalia purba punah
Kala : Oligosen
Keadaan makhluk hidup : Munculnya mamalia
modern
Kala : Miosen
Keadaan makhluk hidup : Mamalia Berjaya
Kala : Pliosen
Keadaan makhluk hidup : Mamalia berkurang
Cuaca dan Lingkungan pada zaman ini :
Benua terbentuk, tumbuhan
modern muncul , kejayaan
mamalia
B. Zaman
Kwarter ( 3000.000 tahun )
Kala : Pleistosen
Keadaan makhluk hidup : Manusia
Purba, mamalia besar punah
Kala : Holosen
Keadaan makhluk hidup : Manusia
muncul dan binatang modern
merupakan hasil evolusi dari zaman
sebelumnya
Cuaca dan Lingkungan pada zaman ini : Empat abad es, mamalia
punah manusia muncul.
Gambar 21. Skala waktu
geologi ( Pojeta,1994)
No comments:
Post a Comment